KANGGOK'M TADAHN ?

Rabu, 04 Oktober 2017

Anda Kader HMI? Wajib Baca ini!!!


 
Oleh: Darsono Yusin Sali

Siapapun yang membaca tulisan singkat ini, semoga bermanfaat dan selalu mendapat keberkahan. Tulisan ini tidak berpretensi apa-apa yang akan menguntungkan diri saya pribadi, namun saya ingin berbagi saja tidak lebih dari itu. 

Apa yang saya sampaikan dalam tulisan ini hanya sedikit dari sekian banyak pikiran dan perasaan saya pribadi yang tentunya ini semua bagian dari kondisi kebatinan penulis semata. Sehingga demikian, saya tidak ingin mengajak lebih-lebih memaksakan kehendak yang ada dalam tulisan ini. 

Saya berharap pembaca sekalian mampu menjaga jarak dengan sisi subjektifitas saya secara pribadi, karena saya sangat percaya setiap orang memiliki sisi historisitas yang membuat dia ataupun anda sekalian memproduksi berbagai ide dan pikiran yang dituangkan dalam bentuk tulisan yang bisa dibca oleh khalayak umum. Ambilah jarak itu, dan sesekali coba masuk ke dalam alam pikiran penulis agar apa yang saya sampaikan dapat anda pahami sebagai buah dari historisitas penulis.

Sebagai pengurus himpunan, saya merasa bertanggungjawab menyampaikan ini kepada semua kader-kader himpunan di mana saja berada. Mengingat gelaran konferensi cabang yang tinggal sebentar, maka untuk persiapan-persiapan baik dalam rangka mempersiapkan diri untuk melepaskan jabatan sebagai pengurus karena sudah berakhir masa kepengurusan atau persiapan untuk maju sebagai kandidat ketua umum bagi yang berminat untuk maju saya kira sangat penting untuk dipersiapkan. 

Karena dalam hukum manajmennya, persiapan yang buruk akan menghasilkan tujuan yang buruk pula. Oleh karena itu, mengorganisir diri terlebih dahulu untuk dua konteks di atas bagi pengurus-pengurus ialah sangat penting. Mau kemana setelah menjadi pengurus? Apa yang akan dilakukan setelah menjadi pengurus? Lalu apa yang akan dilaksanakan jika berminat mencalonkan diri? Sekelumit pertanyaan diatas sangat patut buat teman-teman tanyakan dalam diri (dialog imajiner) sebelum benar-benar siap meninggalkan atau melanjutkan karir di dunia himpunan.

HMI sebagaimana yang sering penulis sampaikan mempunyai banyak kelebihan jika dibandingkan dengan organisasi yang tercatat pernah hadir mengisi ruang kemahasiswaan di nusantara. Sebut saja salah satu kelebihannya ialah hubungan emosional antara kader dengan alumni dan kader dengan kader yang terbilang cukup erat. Bahkan sampai tidak mengenal usia dan batasan waktu ber-HMI. Atau dengan kata lain, HMI mempunyai konektifitas antar sesama yang cukup tinggi networking. Selain networking  yang terbangun lewat keeratan hubungan emosionalnya, proses pembelajaran di HMI menjadi salah satu pembeda berikutnya.

Di HMI tidak ada ajaran-ajaran yang buruk, semuanya baik jika ditilik dari tujuan dan visi misi berdirinya HMI. Proses perkaderannya yang berbeda membuat gerakan-gerakan HMI dari aspek intelektualitas tidak terbantahkan lagi. Hal ini terbukti dari banyak tokoh yang lahir dari rahim HMI. Terlepas dari apa yang penulis paparkan di atas berupa romantika sejarah atau bukan.

Pertama saya ingin mengajak rekan-rekan semua untuk menyelami aktifitas himpunan yang  selama ini kita laksanakan. Ada yang salah selama ini dan itu berbuah cukup fatal bagi eksistensi himpunan. Kesalahannya ialah setiap periodesasi kepengurusan tidak memperlihatkan aspek yang akan menjadi warna dari visi kepengurusan yang akan dijalaninya. 

Hal ini terlihat dari program kerja-program kerja yang disusun oleh setiap bidang yang tidak memperlihatkan adanya visi yang kuat yang ingin dibangun untuk satu periode kedepan. Program kerjanya selalu bersifat tentatif dan tidak paradigmatik atau tidak memiliki perspektif yang jelas. Sebut saja program kerja salah satu bidang yang memprogramkan untuk mencetak buku saku konstitusi. Bayangkan, mencetak buku saku konstitusi  sebagai program kerja. Tentu tidak salah untuk memprogramkan hal ini. Namun apakah memenuhi sisi pardigmatik di atas?.

Jika dilihat dari aspek tanggungjawab sebagai pengurus, memberikan pemahaman konstitusional terhadap kader-kader HMI merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan tanpa harus masuk dan digodok terlebih dahulu sebagai program kerja, karena sebagai pengurus memberikan pemahaman mengenai konstitusi merupakan tuntutan konstitusional yang harus dilaksanakan dan salah satu medianya ialah mencetak buku saku konstitusi. Program kerja yang bersifat tentatif seperti contoh di atas hampir selalu dipraktikkan oleh pengurus pada setiap periodesasi kepengurusannya.

Merancang Program Kerja yang Pradigmatik

Program kerja yang bersifat paradigmatik sebagaimana penjelasan di atas ialah program-program kerja yang memiliki efek jangka panjang  dan mampu merubah arah berpikir baik kader yang terlibat langsung sebagai objek sekaligus subjek dari rancangan program kerja yang telah disusun maupun masyarakat kampus secara keseluruhan. Menemukan program kerja yang bersifat paradigmatik seperti ini tentu tidak mudah seperti halnya menemukan uang yang hilang. 

Yang membuat tidak mudah ialah karena rancang bangun program kerja yang akan disusun ialah mengikuti alur perubahan dan dinamika sosial yang hampir setiap hari terjadi secara progresif. Inilah yang harus mampu dilihat oleh pengurus yaitu perkembangan sosialitas di cabang masing-masing. 

Sebagai salah satu contoh di cabang-cabang luar seperti Bogor, mereka membuat program kerja pembinaan terhadap masyarakat atau KKNnya HMI. Mereka bergaul dan menginap di masyarakat layaknya sedang KKN. 

Tentu program kerja seprti inilah yang masuk kategori pradigmatik karena akan mampu membawa perubahan masyarakat sekitar dan tentunya kader-kader HMI sendiri. Dan masih banyak  lagi program-program kerja lainnya.

Selanjutnya yang ingin saya sampaikan ialah hubungan yang dibangun terhadap sesama kader. Tentu berjalan dan baiknya sebuah program kerja akan terlaksana jika komunikasi dengan pengurus dan kader baik. Dalam tulisan ini penulis ingin menyoroti hubungnan komunikasi antara HMI-Wan dengan HMI-Wati. 

Bagaimana bisa disebut HMI jika di sekretariat pengurus “tinggal” satu rumah tanya salah seorang teman. Ada benarnya juga apa yang disampaikan oleh teman tadi. Bahwa islam telah mengajarkan etika dalam bergaul baik dengan sesama jenis atau lawan jenis. 

Tentu tidak dapat dibenarkan jika ada pengurus HMI-Wan dan HMI-Wati yang bukan muhrim“tinggal” satu atap layaknya suami isteri. Ini yang perlu dibenahi. Sehingga ke depan kader-kader HMI selain tampil menawan dalam hal intelektualitas juga menawan dalam sisi etika.

Selanjutnya ialah hubungan pengurus dengan alumni. Pengalaman berhubungan dengan alumni selama dua periode kepengurusan di cabang (2010/2011-2011/2012) selama ini cenderung berjalan sangat lamban dan tidak efektif. Hal itu dikarenakan untuk konteks alumni Mataram (meski tidak semuanya) cenderung memainkan pola komunikasi satu pintu.  Maksud saya, komunikasi yang berjalan cenderung melihat dia siapa, angkatan berapa dari faksi mana. Warna dan corak seperti inilah yang mewarnai pola komunikasi yang berjalan selama ini. Akibatnya ialah terjadi kelambanan vis a vis dengan dekatnya berbagai aktifitas kepengurusan.

Corak lainnya ialah sikap represif sebagian alumni terhadap pengurus sehingga berakibat pada gangguan psikologi pengurus. Baik itu represif dalam hal tindakan maupun perkataan. Akibatnya secara tidak langsung terjadi kekerasan struktural dalam pola komunikasi. 

Padahal pola-pola komunikasi semacam ini telah lama dibatalkan oleh Jurgen Habermas seiring berkembangnya tema Post Modernisme selama ini. Lebih jauh Habermas mengatakan bahwa syarat berjalannya komunikasi yang baik ialah terjalinnya interaksi secara dialogis antar dua atau lebih subjek yang berkomunikasi. Hal inilah yang seringkali tidak terlihat selama ini (maklum alumni kita jarang baca, jadi wacananya ketinggalan jaman, capekkkk dechhhh). 

Merasa diri senior, jarang sekali mau mengalah terhadap juniornya. Alih-alih sebagai bentuk pembelajaran namun justeru dihujat dibelakang layar.
Satu poin penting, alumni kita tidak kontekstual dalam melihat sesuatu. Semuanya selalu dikembalikan ke masa lalu saat mereka ber HMI dulu. 

Apakah kemudian relevan kondisi yang dulu dengan sekarang? Tentu jawabannya tidak akan relevan. Bagaimana mungkin menyelesaikan problem HMI pada dua dekade silam dengan metode yang sama untuk masa yang sekarang. Inilah letak tidak dewasanya sebagian alumni kita yang selalu rujukannya ialah ke masa lalu dan pengalaman mereka dulu. Sekali lagi tidak akan pernah menemukan relevansinya. Namun justeru inilah yang diajarkan oleh senior-senior kita di himpunan. Sangat disayangkan.

Selanjutnya ialah sikap represif dan model pembelajaran seperti di atas dalam dunia pendidikan sudah ketinggalan masanya. Karena pengekangan dan pembatasan kreatifritas dalam bentuk apapun tidak dibenarkan. 

Oleh karena itu, tidak ada kata terlambat untuk mau dewasa menjadi senior di himpunan. Hindari sikap represif berupa tekanan dan kekangan yang berakibat pada matinya kreatifitas kader-kader HMI. 

Begitu juga dengan kader HMI untuk terus belajar dewasa dan mempunyai sikap yang mandiri dalam menentukan arah dan kebijakan organisasi. Akhirnya semoga kita sama-sama belajar menjadi kader dan alumni HMI yang baik. Wallahua’lam bissawab 


Kantor Panji Anom 1 No 2, 19/01/2013

Tidak ada komentar: