Sebagai salah satu provinsi yang termasuk
dalam kawasan MP3EI, Provinsi NTB menjadi salah satu provinsi yang diharapkan
mampu menjadi penyangga pangan secara nasional salah satunya ialah melalui pengembangan
komoditi jagung. Tercatat pada tahun 2009 silam, pemerintah NTB melalui dinas
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi NTB telah mencanangkan
program pengembangan agribisnis jagung. Salah satu cara yang dilakukan ialah
dengan memperluas areal tanam dengan memanfaatkan lahan yang ada serta
peningkatan produktifitas melalui perbaikan tekhnologi dan pemakaian benih
unggul bermutu khususnya hibrida. Tidak hanya itu, pada tahun 2012 silam,
pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian
Pertanian telah mengalokasikan bantuan benih jagung melalui program Sekolah
Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) dengan luas kawasan pengembangan
jagung hibrida mencapai 7.000 Ha, kawasan pemantapan jagung hibrida 5.000 Ha,
komposti 2.000 Ha. Sehingga total SL-PTT Provinsi NTB adalah 14.000 Ha.
Upaya peningkatan
produktifitas jagung melalui
pendampingan pun dilakukan oleh berbagai stakeholder
seperti LSM dan lain sebagainya. Hal
itu tentunya dalam rangka mewujudkan NTB sebagai daerah dengan penghasil jagung
secara nasional dan turut serta mendukung program swasembada jagung secara
nasional. Namun persoalan harga menjadi kendala yang datang menghantui para
petani jagung paska mereka panen. Tidak stabilnya harga jagung pada setiap kali
musim panen membuat para petani jagung kerap merugi.
Menanggapi keluhan para petani
jagung tersebut, wakil Gubernur NTB, H. Muhammad Amin, SH, pada saat menghadiri
kegiatan ‘Grain Trader Meeting Lombok, Bisnis Jagung Bermartabat dan
Berkelanjutan’ Rabu pagi (11/12) mengaku bahwasanya pemerintah akan terus
berupaya untuk mendorong para petani jagung agar mengembangkan sistem pertanian
dengan menggunakan tekhnologi tepat guna. Kehadiran tekhnologi di tengah-tengah
para petani jagung agar mereka mampu menghasilkan produksi jagung sesuai dengan
kualitas terbaik. “jika kualitasnya sudah baik, maka dijamin harganya pun akan
baik”. Selain itu, para petani jagung perlu menjalin kemitraan dengan berbagai
pihak untuk menghadapi harga yang tidak stabil.
Sementara itu, Direktur marketing
PT. Syngenta, Ignatius Frendy Tarigan, mengklaim rendahnya hasil produksi para
petani jagung selama ini ialah karena masih rendahnya sentuhan tekhnologi pada
tekhnik pertanian para petani jagung. Padahal akunya, agar para petani mampu memproduksi jagungnya dengan
baik, dibutuhkan transformasi tekhnologi di mulai sejak menanam sampai pada
paska panen. “tekhink pertanian harus diawali dengan baik supaya mendapatkan
hasil yang baik pula” tuturnya.
Di samping penggunaan tekhnologi
tepat guna pada saat musim panen maupun paska panen, direktur Micra Foundation,
Dian Noval menyebut pentingnya pemberian pendampingan bagi para petani jagung
oleh semua pihak termasuk LSM agar para petani jagung memperoleh pengetahuan
yang benar mengani cara menanam jagung. Sehingga hal itu nantinya berimplikasi
terhadap peningkatan jumlah produksi jagung. Ia juga menambahkan pentingnya
pendampingan kepada para petani jagung agar memudahkan dilakukannya pemetaan
secara umum mengenai potensi tanam jagung. “pertemuan seperti ini sangat
penting untuk terus dilakukan agar terjalin komunikasi intensif para petani,
pengumpul jagung dan pemerintah. Hal itu agar perkembangan produksi jagung bisa
dikelola secara berkelanjutan”. (dys)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar