HM. Suruji |
Dikbud NTB berencana melakukan survey jumlah penduduk buta aksara di NTB. Itu dilakukan untuk mengetahui sisa jumlah penduduk yang masih buta aksara setelah beberapa tahun lalu dibelajarkan melalui berbagai program pengentasan buta aksara.Kadis Dikbud NTB H. Muhammad Suruji menerangkan data angka buta aksara yang dimiliki saat ini ialah berdasarkan data survey BPS tahun 2014 yaitu sebesar 13 persen. Dari data tersebut, yang paling besar penduduk buta aksara terdapat di Lobar disusul Loteng.
Ia pun meyakini angka itu pasti berubah jika dilakukan survey saat ini. Pihaknya pun ingin mendapatkan data terakhir kondisi penduduk buta aksara melalui survey yang segera direncanakan.
"Tapi kalau data tahun itu diolah tahun 2017 ini maka saya berkeyakinan pasti itu di bawah berkurang 5 persen karena data buta aksara itu kan dinamis.
Karena data itu dihitung anak usia 15-60 tahun. Justeru dia akan berkurang karena dia yang umut 60 tahun sudah lewat 60 tahun. Sementara yang kemarin 10 tahun sudah 15 tahun,"ujar Suruji.
Hal itu juga berarti yang sekolah itu makin banyak masuk di usia 15 tahun ke atas dan yang 60 tahun lebih banyak yang keluar.
"Bukan diselamatkan karena indikator umur, tapi memang hitungannya begitu. Itu memang data dinamis," urainya.
Lebih jauh dijelaskan Suruji, survey jumlah angka buta aksara penting dilakukan sebagai salah satu cara memotret apa yang terjadi di masa lalu.
Karena jika jumlah buta aksara di NTB besar, maka berarti di masa lalu banyak sekali masyarakat NTB yang tidak bersekolah.
Kini lanjutnya, NTB masuk dalam area tuntas buta aksara sehingga pun jika masih terdapat penduduk yang masih buta aksara berdasarkan hasil survey mendatang, pihaknya tidak akan membuat program pengentasan buta aksara lagi.
"Sekarang tidak ada lagi kelanjutan karena kita sudah masuk di area tuntas meski tidak bisa kita katakan (tinggal) berapa persen," sambungnya.
Pihaknya pun sudah meminta agar BPS melakukan survey lagi di awal 2018 mendatang. Hasilnya akan dianalisis bersama agar tidak terjadi perbedaan data seperti sebelumnya.
Meningat sevalid apapun data yang diperoleh Dikbud tetap tidak sah dijadikan sumber kecuali berasal dari data BPS.
"Tidak ada intervensi lagi untuk mendapatkan angka sebenarnya, data terakhir, sehingga kita bisa menyimpulkan bahwa indikator ini sudah terpenuhi atau tidak," tutupnya. (d)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar