Di beberapa kesempatan akhir-akhir ini, penulis kerapkali di undang menjadi pemateri di forum-forum LK I oleh beberapa komisariat. Forum yang terbukti dalam sejarahnya telah mampu melahirkan banyak kader umat dan bangsa yang berkualitas di tengah-tengah bangsa kita. Pernah beberapa kali di sodori untuk menyampaikan materi sejarah HMI. Materi yang penulis kira memiliki tingkat kerumitan yang tinggi bila di bandingkan dengan materi-materi yang lain. Pasalnya, sejarah, sebagaimana yang banyak di definisikan oleh banyak tokoh merupakan peristiwa yang pernah terjadi pada masa lampu. Sehinggga ketika menyampaikannya pun penulis sendiri memperoleh banyak kesulitan. Belajar sejarah bukan hanya belajar tentang sejarah itu sendiri, tetapi melampaui dari sekedar apa yang tertera dalam teks-teks kesejarah-an tersebut. Apa yang tertera dalam teks sejarah sebenarnya tidak lebih dari sekedar dokumen-dokumen atau bisa jadi ornamen-ornamen berbentuk skriptual sebagai pendukung dari keberadaan sebuah peristiwa masa lampau. Kesulitan seorang penyaji dalam menyampaikan materi sejarah sangat beralasan, mengingat apa yang di sampaikan merupakan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kurun waktu yang sangat jauh dan berbeda.
Sebagai contoh sejarah tentang kelahiran HMI tanggal 5 Pebruari 1947 atau tepatnya 64 tahun silam. Bayangkan, menyampaikan peristiwa yang rentang waktunya sangat lama sekitar 64 tahun silam yang tentunya memiliki setting sosial yang beda dengan konteks kesekarangan. Tentunya ketika di sampaikan sekarang akan sangat beda dengan konteks pada saat kelahirannya. Bagaimana para pendirinya dulu menghadapi banyak tantangan dan rintangan dalam mempelopori berdirinya HMI untuk di komparasikan dengan problem sosiologis hari ini.
Menyampaikan materi sejarah, tidak hanya terbatas pada menginformasikan kapan peristiwa tersebut berlangsung (baik berupa hari, tanggal, bulan dan tahun), di daerah mana peristiwa tersebut terjadi, siapa aktor dari peristiwa-peristiwa tersebut dan lain-lain. Namun yang terpenting dari semua itu adalah bagaimana seorang penyaji menghadirkan spirit masa lampau dimasa kini. Sehingga tidak cukup bagi seorang penyaji/pemateri hanya sekedar membaca teks-teks sejarah tersebut. Namun perlu pengkajian mendalam dari suatu peristiwa masa lampau sehinggga menemukan spirit yang melatarinya.
Apa yang tertera dalam teks-teks sejarah merupakan sekelumit dari poin-poin peristiwa masa lampau yang tidak dengan utuh menggambarkan fakta sejarah, namun memiliki kuasa untuk berbicara melebihi peristiwa-peistiwa tersebut. Dalam analisis hermeunetik, teks merupakan objek kajian untuk melihat sejauhmana keberlangsungan suatu peristiwa, meski penggambarannya kadang tidak utuh. Untuk bisa menangkap makna dari sebuah teks sejarah, dibutuhkan analisis sosiologis untuk melihat kondisi sosial masyarakat. Dari kondisi itulah seorang penyaji dan pengkaji sejarah bisa menyampaikan atau menghasilkan pemaknaan yang utuh dan kontinuitas terhadap peristiwa sejarah masa lampau. Karena pada dasarnya, masa lampau merupakan kelanjutan dari masa-masa sebelumnya. Begitu juga dengan hari ini merupakan kelnjutan dari masa-masa sebelumnya.
Menyampaikan materi sejarah bukan suatu hal yang mudah sebagaimana dijelaskan diatas, karena ada elan vital yang selama ini dilupakan oleh pemateri/penyaji dalam manyampaikan materi sejarah. Sejarah tidak terbatas hanya pada apa yang di tulis oleh pelaku sejarah atau sejarawan, namun apa yang ada dalam teks tersebut sebenarnya “berkata” kepada pembaca melebihi ruang dari sang pembaca tersebut. Teks sejarah yang didalamnya memuat banyak peristiwa, bukan sesuatu yang mati dengan berakhirnya sejarah yang dituturkan tersebut. Ia adalah “peristiwa hidup” yang akan terus hidup selama ada pembaca, penyaji, pengkaji (sejarawan). Karena nilai moral dari sebuah teks sejarah merupakan sesuatu yang tidak pernah mati. Bukan berarti dengan berakhirnya suatu peristiwa sejarah tertentu, membuat segalanya berakhir. Dengan memandang sejarah sebagai peristiwa yang Kontinuitas yang terus berlangsung meminjam bahasanya Mohammad Arkoun, akan mampu menghubungkan pemikiran pemilik teks dalam lingkup sejarahnya, ruang lingkup budaya, politik dan seterusnya. Sehingga ada hikmah/pelajaran ibrah yang bisa dipetik dari setiap detik peristiwa sejarah bagi generasi-generasi selanjutnya. Kontinuitas sejarah mengajarkan kita untuk selalu bercermin terhadap peristiwa-peristiwa sejarah baik berupa peristiwa kemanusiaan, sosial, politik dan budaya. Kesadaran bahwa para pembaca teks sejarah adalah generasi yang akan mengisi kembali jejak-jejak yang di tinggalkan oleh sejarah, merupakan tugas bagi seorang penyaji/pengkaji sejarah. Kesadaran untuk mengakui bahwa setiap detik peristiwa masa lampau merupakan warisan yang secara kontinuitas akan terus berlangsung meskipun dalam bentuk form yang berbeda.
07/06/2011 Kekalik Indah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar