Oleh:
Darsono Yusin Sali
Mengapa akhir-akhir ini (sepengamatan penulis) anak-anak HMI
mengalami penurunan moralitas mereka sebagai klader HMI? Mohon maaf sebelumnya,
bukan berarti penulis lebih baik
moralnya dari pada mereka yang penulis kritik. Namun untuk kebaikan kita
bersama maka saya kira kritikkan-kritikan semcam ini sangat diperlukan
dihari-hari mendatang.
Ada yang lompat dari cara belajar kita di HMI selama ini, meski ini
pengamatan saya di cabang mataram semata karena tidak menutup kemungkinan di
cabang-cabang yang lain juga mengembangkan metode dan cara belajar yang
berbeda. Cara belajar yang saya maksudkan disini ialah basic keilmuan
mereka sebagai dasar pengembangan diri selanjutnya sebagai kader himpunan agaknya
keliru. Keliru memulai dasar keilmuan mereka itulah tepatnya.
Agak ironis kelihatannya ketika organisasi ini mentasbihkan dirinya
untuk berpegangan pada Qur’an dan Hadits namun justeru jauh dari Qur’an dan Hadits
yang semestinya dijadikan sebagai pengetahuan dasar mereka untuk menjalani
kehidupan (beraktifitas). Dalam himne HMI secara tegas disebutkan bahwa “turut Qur’an
dan Hadits jalan keselamatan” itu artinya hidup matinya kader HMI selalu
berpedoman pada kedua warisan rasulullah saw tersebut, arah perjuangan
kader-kader HMI harus selalu berada pada garis-garis yang sudah ditetatpkan
oleh keduanya (Qur’an dan Hadits).
Namun apa jadinya jika kedua warisan berharga tersebut
ditinggalkan? Atau bisa jadi sengaja dijauhi karena kurang top oleh justeru
kader-kader HMI sendiri? Padahal dalam sejarahnya HMI didirikan oleh salah satu
kondisi yang mengharuskan perubahan terhadap keberagamaan umat islam indonesia
saat itu. Kondisi umat islam dunia yang saat itu beku secara intelektual oleh
karena kemandegan dalam berpikir yang oleh sebagian orang disebut sebagai
karena terlalu jauh dari kedua pegangan yang justeru menjadi ruh perjuangan
umat muslim dalam orgnisasi dan lintasan perjuangan apapun jua namanya. Jika
itu sudah ditinggalkan maka beginilah hasil kaderisasi kita.
Ada banyak sekali hal-hal yang sangat urgen dalam kehidupan kita
sehari-hari yang kita sering abaikan. Sebut saja ilmu fiqih. Ilmu fiqih oleh
sebagian ulama merupakan ilmu yang wajib dipelajari dan dipahami oleh segenap
kaum muslim. Mengapa demikian? Karena ilmu fiqih mengajari kita bagaimana
bertingkah dan berpola laku sesuai dengan ajaran-ajaran rasulullah. Karena tidak
ada proses pengambilan hukum islam yang keluar dari Qur’an dan Hadits. Fiqih
mengajari kita untuk selalu taat terhadap perintah-perintah Allah swt dan
menjauhi larangan-larangannya. Hal ini tentunya karena kepahaman kita memahami
ilmu fiqih sebagai dasar menjalani kehidupan sehari-hari. Sehingga demikian
inilah yang membuat umat islam nantinya menjadi orang-orang yang selalu mawas
diri wara’. Jika sudah mawas diri dan merasakan kehadiran Allah yang
selalu melihat dan mengawasi kita, apa mungkin korupsi yang justeru banyak
dilakukan oleh alumni-alumni HMI sendiri dilakukan? Apa mungkin sandal yang
hampir setiap harinya hilang disekretariat akan hilang begitu saja? Hal ini
terjadi karena kita terlalu bebas dan dan tidak sama sekali mengenal hukum fiqih
sebagai landasan berpijak dalam menjalani nhidup sehari-hari. Fiqih mengatur
segala hal, mulai dari berkomunikasi antar sesama, tata cara jual beli,
pinjam-meminjam, berserikat, berwudu’, tata cara salat, mengatur etika terhadap
sesama, tata cara beribadah dan lain sebagainya. Mulai dari yang terkecil sampai
yang terbesar diatur sepenuhnya oleh disiplin lmu fiqih ini.
Meski banyak orang yang beranggapan bahwa fiqih itu terlihat sangat
kaku, namun pola pikir seperti ini yang harus dirubah. Bahwa fiqih itu tidak
kaku, justeru fiqih sangat kontekstual untuk kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Selain fiqih
ada juga metode pengambilan hukum islam yang dikembangkan oleh sebagian ulama juga
banyak oleh para fukaha dalam mengambil rumusan pengambilan hukum islam, yaitu
usuhul fiqh. Yaitu sebuah metode umum pengambilan hukum islam. Dalam ushul
fiqih terdapat banyak sekali prinsip-prisnip umum dalam pengambilan hukum islam
yang tentunya bersumber pada Qur’an dan Hadits.
Saya kira ilmu fiqih sebagai pengetahuan berkehidupan sehari-hari
atau dalam bahasa ta’lim muta’lim ialah ‘ilmu al-hal (ilmu segala
keadaan) yang selama ini kita tinggalkan dan jauhi harus diremajakan
kembali dalam diskusi-diskusi kita. Karena bagaimanapun kita sebagai umat
manusia tidak akan terlepas dari hukum-hukum fiqih yang mengatur kehidupan
kita. Sudah saatnya fiqih dihidupkan kembali sebagai wacana yang tidak akan ada
habisnya karena sifatnya yang selalu mengalami perkembangan seiring dengan
perubahan zaman.
Bedakan dengan kajian diinternal kita (HMI), diskursus yang banyak
dikembangkan terlalu melangit. Mulai dari bicara ideologi nasional, idelogi
transnasional, ideologi internasional dan isme-isme lainnya yang justeru
terlihat tidak memiliki arah dan motif serta tujuan yang jelas. Yang justeru
muncul ialah ke-ngtrend-an suatu topik bahasan akan mempengaruhi tingkat dan
minat diskusi dan bahan bacaan mereka. Akibatnya, displin ilmu fiqih jauh
tertinggal oleh topik-topik tersebut. Sehingga wajar banyak kader HMI yang
tidak menghafal rukun wudu’, rukun iman, rukun islam, tata cara jual beli, tata
cara salat yang baik, aturan pinjam meminjam, dan aturan-aturan lainnya yang
kelihatnnya sangat sepele namun sangat penting yang kesemuanya itu diatur dalam
disiplin ilmu fiqih. Akibatnya aturan syari’ah banyak dilanggar dikarenakan
ketidaktahuan dan ketidakpahaman. Mari bersama-sama kembali ke fiqih. Wallua’lam
bissawab
Kekalik, Jl. Panji Anom 1 No 2, 14 Desember
2012
(Renungan antara isya dan subuh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar