DARSONO YUSIN SALI
Menulis
sperti yang didifinisikan oleh hernowo adalah “menulis, menulis dan menulis”
menulis menurut sebagian orang merupakan pekerjaan sulit yang hanya mungkin
dikerjakan oleh orang-orang yang secara primordial punya potensi untuk menjadi
penulis. Sehingga dengan cara pandang yang demikian, maka aktifitas yang satu
ini amat menyeramkan. Namun begitu, menulis sebenarnya merupakan pekerjaan
mental. Artinya lebih kepada persoalan
psikologi seseorang. Hambatan menulis seringkali dihadapi oleh seseorang jika
dalam tindak laku kesehariannya tidak terbiasa melakukan aktifitas ini.
Sebagai
seorang mahasiswa yang setiap harinya dijejali oleh berbagai macam tugas, baik
tugas individu maupun kelompok. Dengan segudang aktifitas tersebut, maka
pekerjaan membaca, menulis merupakan aktifitas mendasar dan menjadi kebutuhan
bagi setiap mahasiswa.
Ada
tiga aktifitas mendasar bagi mahasiswa; membaca, sebagai individu yang
mempunyai nama yang cukup prestisius akfitas membaca merupakan aktifitas yang
sangat mendasar bagi mahasiswa. sebagai agen
of change yang nantinya mempunyai segmentasi, mahasiswa dituntut untuk
mampu memberikan tawaran-tawaran super hebat problem solving dalam menyelesaikan problem yang muncul di
tengah-temgah masyarakat, tanpa aktifitas membaca, kita sebenarnyua sedang
jalan dalam kebutaan sebagai layaknya tugas seorang mahasiswa. aktifitas
membaca merupakan aktifitas mental. Aktifitas sedrerhana dan standar bagi
mahasiswa. Anehnya meskipuin sangat
standar aktifitas ini sangat jarang diminati oleh kebanyakan orang, kenapa
demikian? Lagi-lagi ini persoalan mendasar bagi semua duta-duta pembaharu.
Kegiatan
membaca yang tidak dilakukan sejak dini bisa dipastikan akan menjadi tradisi
sampai anak tersebut dewasa. Kebiasaan yang dijalankan sejak dini semisal pada saat anak duduk di bangku SD
akan terbawa sampai jenjang yang lebih
tinggi baik SMA dan selanjutnya ketika
kelaknya menjadi mahasiswa. Aktifitas membaca sebenarnya aktifitas yang dijalankan
untuk mengetahui dunia , baik dunia
eksternal maupun internal. Lewat aktifitas membaca inilah kita bisa mengetahui betapa sangat luasnya dunia, tidak seperti
yang terlihat oleh mata kepala.
Mendiskusikan
hasil bacaan yang telah dikonsumsi akan menjadi bermakna dan menambah kekayaan
refrensi manakala terus di up-date dengan bertukar pikiran dengan banyak otak yang tentu mempunyai historisitas
yang berbeda. Lewat berdiskusi kita akan semakin kaya dengan aneka pengetahuan
dan informasi-informasi baru. Dengan demikian tawaran yang akan diberikan akan
sangat kaya untuk menyelesaikan berbagai masalah yang muncul di tengah-tengah
realitas umat. Namun demikian pola diskusi yang hari ini dijalankan harus
dirubah karena orientasi yang biasanya muncul adalah ingin mengalahkan lawan
diskusinya, sehingga tidak jarang dalam proses diskusi yang berlangsung tidak
memperoleh apa-apa. Pola diskusi yang orientasinya seperti di atas akan membuat
kita buta dengan beragamnya perspektif yang ada. Tidak ada hal yang lebih
menarik untuk didiskusikan kecuali untuk
mengalahkan lawan diskusi kita. Ini merupakan orientasi yang biasa jadi akan muncul ditengah-tengah
peserta diskusi.
Dari
pola yang demikian harus berubah ke pola cinta love yang ditujukan untuk melihat pluralitas perspektif yang muncul di antara peserta diskusi. Namun
diskusi dengan pola yang demikian tidak
bisa terlepas dari adanya rasa cinta
yang mendasarinya terlebih dahulu. Cinta dalam dialog harus terus
dijalankan untuk membuka wawasan.
Dimungkinkan dengan didasari oleh rasa cinta ini kita akan mampu melihat
realitas dunia yang sangat beragam.
Lewat keragamnnya itulah kita akan melihat begitu sangat luasnya perspektif
yang ada. Cinta dalam bahasanya Budhi Munawar Rahman merupakan bentuk trandensi
dari kualitas-kulaitas yang miliki oleh tiap-tiap manusia.
Dialog
merupakan jalan untuk menemukan cinta, lewat cinta kita akan mampu membuka mata
kekayaan dunia. Pola hubungan yang pertama biasanya bersifat cari untung (untuk
salah satu pihak), mengapa demikain? karena biasanya pola interaksi yang
dibangun didasari oleh semangat kepentingan diri pribadi, ketidakmampuan
melihat lawan interaksi sebagai bagian tak terpisahkan dari diri merupakan
penyebab timbulnya pola hubungan yang
demikian. Sehingga lawan interaksi tidak lebih dari bahan material belaka tidak
jauh beda denga kayu, batu, tanah dan lain-lain. sedang untuk pola hubungan
yang kedua bersifat mutual artinya menguntungakn kedua belah pihak dan hal tersebut sebagai sebuah konsekuensi
dari rasa cinta kasih sayang, simpati, empati, dari model interaksi yang
dibangun.
Menulis,
aktifitas standar yang terakhir dari serangkaian kerja intelektual adalah
menulis sebagai bentuk dokumentasi dari hasil bacaan dan diskusi yang kita
jalankan. Menulis sebagai sebuah aktifitas mental harus diartikan sebagai upaya
untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran. Nilai-nilai kebaikan
tersebut harus disertai oleh sikap jujur dan toleran. Jujur di sini diartikan
sebagai sebuah sikap penegasan tentang nilai-nilai kebaikan tersebut,
sebagaimana yagn diungkapkan oleh Hernowo bahwa menulis merupakan aktifitas
mental. Artinya kalau yang kita mau tulis merupakan kebaikan, maka hal tersebut
pula diyakini sebagai hal yang baik yang kemudian diekspresikan dalam bentuk
tulisan. Menulis yang didasari oleh rasa kebaikan dan kejujuran merupakan
bentuk konkrit dari proses transendensi diri kita sebagai wakil tuhan di muka
bumi yang membawa visi kebaikan bagi semesta alam rahmat lilalamin.
Aktifitas
sederhana tersebut seharusnya menjadi penghias aktifitas keseharian bagi kita
sebagai mahasiswa. Jika demikian maka sebenarnya kita tidak lebih dari sekedar
“tarzan-tarzan” yang masuk kota lupa tentang eksistensi diri, lupa dengan visi
mereka.
Krisis
visi yang hari ini terjadi pada diri mahasiswa merupakan masalah besar bangsa
ini. mengapa demikian? Karena bisa kita bayangkan prosoes regenerasi
kepemimpinan bangsa ini kedepan akan diisi oleh mental-mental “tarzan-tarzan”
yang masuk kota tersebut, lalu mau jadi apa kedepannya? Karena bagaimanapun
juga wajah dari suatu bangsa ke depan merupaka realitas para pemudanya hari
ini.
*****
MENGATASI HAMBATAN MENULIS
Kembali
ke titik poin dalam tulisan ini, menulis sebagai yang diungkapkan oleh sebagian
orang adalah kerja intelektual yang cukup berat yang hanya bisa dikerjakan oleh
orang-orang tertentu saja yang notabenenya sudah mempunyai bakat alam. Cara
pandang di atas merupakan cara pandang yang sebenarnya sudah tidak jamani lagi.
Apa
yang sebenarnya kebanyakan orang pikirkan merupakan ekspresi dari kemampuan
kita menerjemahkan realitas kedirian kita. Ketika kita berpikir tentang hal-hal
yang baik dalam diri kita, maka sebenarnya kita sedang menerjemahkan diri kita
baik dan begitu juga sebaliknya.
Persoalan
menulis merupakan perkara kemauan saja, karena secara potensial semua orang memiliki
bakat yang relativ sama, Cuma bedanya adalah ekspresi ketika
mebgejwantahkan bakt-bakat tersebut.
Penghambat terbesar kemajuan dalam diri kita sebenarnya adalah lebih kepada
faktor diri kita sendiri. Bukan faktor-faktor eksternal yang justeru hanya
sebgai intrumen semata. Kepercayaan diri yang tinggi bahwa kita mempunyai
segudang potensi dengan spesifikasi kerja yang luar biasa hebat, akan berpengaruh
terhadap cara pandang kita yang selanjutnya akan berdampak positif pada ranah
tindakan. Menghakimi diri sendiri sebagai orang yang tidak memiliki bakat
terhadap aktifitas-aktifitas yang kita buat akan berdampak pada hilangnya
kreatifitas sebagai hamba yang kreatif untuk melakukan berbagai macam hal.
Menghakimi diri sebagai bentuk apologi atas ketidaksiapan menerima bakat dan
menerima kenyataan bahwa kita mempunyai potensi yang luar biasa akan membawa
pada keterkungkungan berpikir passion of
mind yang konyol.
Begit
juga denga bakat yang satu ini (menulis) sedikitnya ada tiga hal yang perlu
diperhatikan ketika menulis;
Pertama, menulislah dan terus menulis tanpa ada
kata tidak bisa, terserah apa yang hendak mau ditulis yang penting tulis dan
tulis. Lewat pembiasaan akan berdampak pada sistematisasi tulisan yang dibuat. Jangan pernah takut
untuk menulis karena ia adalah hak setiap orang, maka manfaatkan hak tersebut
untuk kebaikan banyak orang.
Kedua, menulislah dengan emosi kepercayaan
anda, karena tidak sedikitpun apa yang akan anda tulis adalah bagian dari moral
yang mengikat. Kebenaran merupakan nilai mutlak yang harus dijunjung tinggi
oleh seseong yang ingin menulis, sehingga tidak sedikitpun isi content yang ingin ditulis bermuatan
nilai-nilai ketidakjujuran.
Ketiga, membaca sebagaimana disebut pada awal
tulisan ini, bahwa aktifitas menulis selau berjalan berkelindan dengan
aktifitas membaca. Kurangnya refrensi merupakan penyakit khusus bagi yang mau
menulis, sehingga tidak jarang orang sering terseok-seok di tengah-tengah tulisan dalam menulis.
Sering membaca memungkinkan kita memperoleh banyak refrensi, banyak refrensi
akan memperkaya khazanah kata-kata
ataupun kalimat ketika nantinya menyusun dalam bentuk tulisan. Semakin banyak
membaca, maka kemungkinan menulis akan semakin produktif, sebagaimna yang
diungkapkan oleh Stephan King “jika anda tidak punya waktu untuk
membaca, maka anda tidak punya kesempatan untuk menulis”. Kekuatan menulis
terletak pada kepercayaan kita bahwa kita adalah orang-orang yang dititipi oleh
Tuhan aneka rgam bakat termasuk di antarnaya menulis.
*****
MENGAPA MENULIS ITU PENTING?
Ada
yang unik ketika kita mempelajari sejarah, setiapkali mempelajarinya kita
diajak untuk mengalami dan merasakan fakta sejrah tersebut. Kondisi demikian
saya pikir tidak akan muncul ketika berbagai macam fakta sejarah yang ada tidak
terdokumentasi dengan baik. Sebagai masa yang saat itu tidak memiliki alat
tulis sebagaimana sekarang dokumentasi dilakukan dengan seadanya. Sebagai
contoh konkrit, ketika al-Qur’an diturunkan alat dokumentasi secara sederhana
dilakukan dengan menulisnya di atas pelepah kurma, di atas tulang belulang. Hal
itu itu dilakukan untuk mengantisipasi sekiranya para penghafal huffaz meninggal dunia karena ikut dalam
berbagai peperangan.
Menulis
dalam konteks sekrangpun demikian, dengan timbulnya berbagai macam pemikiran
dan ide-ide yang ada, maka mendokumentasikannya dalam bentuk tulisan menjadi
sangat perlu. Karena kebutuhan akan pemenuhan kondisi keilmuan yang selalu
mengalami proses dialektika (tesis-antitesis-sintesis), sehingga ketika
munculnya pemikiaran-pemikiran baru bisa terlihat oleh generasi yang akan
datang lewat dokumentasi tulisan tersebut. Selain itu menulis menjadi sangat
perlu karena tidak setiap orang mempunyai ingatan yang kuat. Oleh karena itu
menulislah untuk mengetahui perjalanan hidup diri kita. Karena stiap orang
menulis tidak dalam kondisi yang hampa baik ruang dan waktunya (historisitas).
Bisa jadi ketika menulis seminggu, sebulan atau setahun kemudian. Sehingga
mengamati perkembangnan proses kehidupan kita akan menjadi hal yang sangat
menarik dengan mengamatinya lewat karya tulis yang kita buat.
********
Memori Indah di Tanjung
Gunung, Gerung Selatan (Posko KKP)
15 Agustus 2010 Pukul 00.23 Wita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar