KANGGOK'M TADAHN ?

Sabtu, 21 September 2013

Komunitas Kajian Pendidikan 68; Keluarga Harus Fokus Urus Pendidkan Anak


Mataram (Suara NTB)
Pentingnya penguatan pendidikan anak-anak di tengah keluarga harusnya menjadi perhatian serius semua pihak. Hal itu mengingat anak-anak merupakan investasi masa depan sebagai pelanjut estafeta pembangunan negeri ini. pada masa anak-anak inilah, peran orang tua sebagai pendidik pertama sangat penting dan utama. Karena lewat didikan merekalah, akan terlihat seperti apa cerminan mereka di masa dewasa. Namun sayang, perhatian terhadap pendidikan di tingkat keluarga terasa masih belum menjadi perhatian para orang tua. Mereka para orang tua menganggap, hanya dengan memasukkan anak-anak mereka ke bangku sekolah dalam artiannya yang formal, maka tugas dan tanggungjawab pendidikan sebagai orang tua sudah selesai. Padahal pendidikan bukan hanya soal sekolah secara formal atau non formal, tetapi lebih luas lagi menjangkau seluruh ruang dan waktu. Paradigma inilah yang masih menjadi pijakan para orang tua melihat pendidikan anak dewasa ini. Hal tersebut terkuak dalam diskusi mingguan yang di adakan oleh Komunitas Pendidikan 68, sebuah komunitas yang konsen terhadap isu-isu pendidikan, sosial, politik dan kebudayaan.
Dalam diskusi yang berlangsung di Jalan Pendidikan No 68 kemarin, Oni Sya’roni salah seorang pendiri komunitas 68 memberikan kritikan pedas terhadap para orang tua yang selama ini terkesan mengabaikan soal pendidikan anak-anak mereka, hal itu dilakukannya atas nama karir dan kebutuhan materi si anak. Padahal menurutnya, anak pada usia-usia sebelum masa akil baligh hanya membutuhkan pendidikan bukan materi, itu saja, ungkapnya. Orang tua mempunyai kewajiban untuk memberikan pendidikan yang baik di tengah-tengah lingkungan keluarga si anak, sehingga ketika sudah memasuki masa akil baligh, si anak bisa berpikir mandiri untuk menyelesaikan problemnya sendiri.
Lebih lanjut, Oni Sya’roni mengatakan bahwa secara luas, proses pendidikan yang dijalani sekarang ini masih terdapat kesalahan, pasalnya belum jelasnya arah dan tujuan pendidikan menyebabkan terkadang pendidik tidak mampu membedakan mana tujuan pendidikan dan mana alat pendidikan. “Kadang alat dijadikannya tujuan, dan tujuan dijadikannya alat, akibatnya potret mentalitas anak-anak kita akibat salahnya proses pendidikan, ya seperti ini”. Sebagai contoh sederhana ialah ketika seorang ibu yang lebih memilih menitipkan anak-anaknya kepada pembantu hanya untuk urusan pekerjaan, yang jika dipersempit akan mendapatkan materi daripada berkonsentrasi mengurus anak-anaknya. Akibatnya, anak secara tidak langsung akan mendapatkan pendidikan dari si pembantu. Pertanyaannya, bagaimana kualitas si pembantu tersebut? Bayangkan saja jika perangai pembantu tersebut buruk, sudah pasti anak dalam hal ini anak akan menjadi korban. Kondisi inilah yang membuat pendidikan kita menjadi tidak bermutu. Padahal anak-anak ini merupakan tunas-tunas calon pemimpin masa depan. “Jika cara mengurusnya sekarang benar, hasilnya nanti juga akan benar”.
Dirinya juga mengharapkan kepada pemerintah untuk lebih serius dan berkonsentrasi mengurus pendidikan untuk anak-anak ini, terutama di lingkungan keluarga. “Harus ada upaya sistematis dari pemerintah untuk memberikan pemahaman kepada para orang tua betapa pentingnya pendidikan untuk anak di tengah-tengah keluarga jika masih mengharapkan ada perubahan untuk generasi mendatang”, ujarnya. Dalam diskusi yang digelar setiap minggu tersebut, turut hadir sejumlah aktivis mahasiswa, dosen, politisi, dan pegiat LSM. (dys)

Tidak ada komentar: