KANGGOK'M TADAHN ?

Jumat, 20 September 2013

Merdeka Menurut Wong Cilik


Mataram, (Suara, NTB)
Salah satu tujuan dari kemerdekaan negeri ini 68 tahun silam ialah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Hal itu tertuang dalam amanat sila kelima dari pancasila sebagai dasar filosofi berbangsa dan bernegara yang disepakati bersama oleh the founthing father bangsa kita yaitu’ keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia’.
Keadilan, tentunya menjadi harapan masyarakat indonesia seluruhnya. Selain itu pula, keadilan merupakan tujuan akhir dari proses pebangunan bangsa ini. Keadilan dalam konteks sosial merupakan bentuk kesetaraan kemanusiaan egaliter baik dalam hal kesempatan merengkuh pendidikan, kesetaraan memperoleh lapangan pekerjaan dan lain sebagainya. Tentunya, itu semua bisa diwujudkan bersama-sama oleh para pemimpin dan masyarakat yang dipimpinnya.
Setengah abad lebih bangsa kita sudah merdeka dari penjajahan bangsa asing, namun merdeka dalam artian yang sesungguhnya masih menjadi harapan semua orang. Merdeka dari kemiskinan, merdeka dari kebodohan dan merdeka dalam artian lainnya.
Seperti yang disampaikan oleh Sahwan salah seorang pedagang di pasar Keru, Narmada, Lombok Barat, saat ditemui Suara NTB,  Rabu (14/8) siang. Sahwan mengaku, momentum menjelang kemerdekaan ini, harusnya harga-harga barang tidak melambung.  Menurutnya, harga barang yang kadang tidak stabil cukup memberatkan para pedagang dan konsumen, namun begitu, mau tidak mau kita harus mengikuti harga tersebut meskipun itu kadang tidak sesuai dengan kemampuan konsumen tingkat dua. Karena diakuinya, ada konsumen tingkat satu dan dua.
Sebagai seorang pedagang, dirinya berharap kepada pemerintah untuk lebih banyak lagi membuka kesempatan kerja, yaitu dengan membuka lahan-lahan perekonomian baru terutama untuk pasar-pasar tradisional.
Sahwan juga berharap, pemerintah menerapkan pola prekonomian berbasis tradisional, yaitu yang mengutmakan produk-produk lokal sebagai ciri masing-masing daerah tersebut. Dirinya tidak setuju terhadap keberadaan pasar-pasar modern yang sudah menjamur. Karena itu bisa mematikan para pedagang-pedagang kecil. Ujarnya.
Lain halnya dengan Agus seorang petani tembakau asal desa Durian, Kecamatan Janapria, Lombok Tengah. Agus mengaku, di era kemerdekaan ini dirinya merasa kesulitan menjalani hidup, terlebih lagi barang-barang kebutuhan hidup serba mahal. Agus yang hanya seorang petani tembakau ini berharap, ada perhatian lebih pemerintah berupa bantuan-bantuan untuk para petani tembakau seperti dirinya.

Dirinya juga mengaku harga tembakau yang ditanamnya bersama dengan para petani lainnya tahun kemarin, harganya anjlok, “jadi tidak merdeka kan”. Akibtanya para petani merugi puluhan juta. Meskipun pada musim tanam tembakau sangat baik, tetapi pada saat panennya yang bermasalah. “Harusnya kan, harga-harga itu bisa diatur dan ditangani oleh pemerintah”, akunya. (dys)

Tidak ada komentar: