Mataram, (Suara, NTB)
Salah
satu tujuan dari kemerdekaan negeri ini 68 tahun silam ialah dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Hal itu tertuang dalam amanat sila kelima
dari pancasila sebagai dasar filosofi berbangsa dan bernegara yang disepakati
bersama oleh the founthing father
bangsa kita yaitu’ keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia’.
Keadilan,
tentunya menjadi harapan masyarakat indonesia seluruhnya. Selain itu pula,
keadilan merupakan tujuan akhir dari proses pebangunan bangsa ini. Keadilan
dalam konteks sosial merupakan bentuk kesetaraan kemanusiaan egaliter baik dalam hal kesempatan
merengkuh pendidikan, kesetaraan memperoleh lapangan pekerjaan dan lain
sebagainya. Tentunya, itu semua bisa diwujudkan bersama-sama oleh para pemimpin
dan masyarakat yang dipimpinnya.
Setengah
abad lebih bangsa kita sudah merdeka dari penjajahan bangsa asing, namun
merdeka dalam artian yang sesungguhnya masih menjadi harapan semua orang.
Merdeka dari kemiskinan, merdeka dari kebodohan dan merdeka dalam artian
lainnya.
Seperti
yang disampaikan oleh Sahwan salah seorang pedagang di pasar Keru, Narmada,
Lombok Barat, saat ditemui Suara NTB, Rabu (14/8) siang. Sahwan mengaku, momentum
menjelang kemerdekaan ini, harusnya harga-harga barang tidak melambung. Menurutnya, harga barang yang kadang tidak
stabil cukup memberatkan para pedagang dan konsumen, namun begitu, mau tidak
mau kita harus mengikuti harga tersebut meskipun itu kadang tidak sesuai dengan
kemampuan konsumen tingkat dua. Karena diakuinya, ada konsumen tingkat satu dan
dua.
Sebagai
seorang pedagang, dirinya berharap kepada pemerintah untuk lebih banyak lagi
membuka kesempatan kerja, yaitu dengan membuka lahan-lahan perekonomian baru terutama
untuk pasar-pasar tradisional.
Sahwan
juga berharap, pemerintah menerapkan pola prekonomian berbasis tradisional, yaitu
yang mengutmakan produk-produk lokal sebagai ciri masing-masing daerah
tersebut. Dirinya tidak setuju terhadap keberadaan pasar-pasar modern yang
sudah menjamur. Karena itu bisa mematikan para pedagang-pedagang kecil.
Ujarnya.
Lain
halnya dengan Agus seorang petani tembakau asal desa Durian, Kecamatan
Janapria, Lombok Tengah. Agus mengaku, di era kemerdekaan ini dirinya merasa kesulitan
menjalani hidup, terlebih lagi barang-barang kebutuhan hidup serba mahal. Agus
yang hanya seorang petani tembakau ini berharap, ada perhatian lebih pemerintah
berupa bantuan-bantuan untuk para petani tembakau seperti dirinya.
Dirinya
juga mengaku harga tembakau yang ditanamnya bersama dengan para petani lainnya
tahun kemarin, harganya anjlok, “jadi tidak merdeka kan”. Akibtanya para petani
merugi puluhan juta. Meskipun pada musim tanam tembakau sangat baik, tetapi
pada saat panennya yang bermasalah. “Harusnya kan, harga-harga itu bisa diatur
dan ditangani oleh pemerintah”, akunya. (dys)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar