Sebanyak 13 wilayah di pulau
Lombok berpotensi dijadikan sebagai tempat pariwisata seks, hal itu terungkap
dalam sosialisasi bagi petugas pencegahan human
trafficking eksploitasi seksual anak (ESA) yang diselenggarakan Lembaga
Perlindungan Anak (LPA) NTB Senin (18/11).
Menurut hasil survey yang
dilakukan oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB pada tahun 2013 ini terdapat
13 wilayah di pulau Lombok yang berpotensi dijadikan sebagai daerah pariwista
seks. Meskipun tidak menyebutkan secara keseluruhan daerah-daerah yang
berpotensi menjadi daerah pariwisata seks tersebut, namun Senggigi dan Gili
Trawangan menjadi salah satu daerah pariwisata
yang memiliki potensi yang sangat besar dijadikan sebagai pariwisata seks selain daerah pariwisata Kuta dan Sekotong terang Koordinator Divisi Hukum Dan
Advokasi Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB, Dr. Imam Purwadi, SH, MH. Menurutnya,
daerah-daerah pariwisata di Lombok tersebut berpotensi untuk dijadikan sebagai
daerah pariwisata seks dan korbannya ialah anak-anak yang masih di bawah umur
tidak hanya perempuan namun juga laki-laki.
Lebih lanjut Imam Purwadi mengaku
kalau anak-anak yang menjadi korban tersebut kebanyakan merupakan anak-anak
yang masuk kategori miskin dari segi ekonomi. Mereka menjadi korban para wisatawan
asing yang datang berlibur ke Lombok. Biasanya mereka mencari anak-anak untuk
dipelihara dan dijadikan sebagai korban pelampiasan nafsu mereka. “korbannya
tidak hanya anak perempuan namun juga laki-laki. Mereka dipelihara dan
diberikan uang namun selanjutnya dijadikan sebagai korban pelampiasan nafsu
mereka”. Sementara itu, dalam hal penegakan hukum di Negara kita bagi warga
asing yang melakukan tindakan asusila tersebut sangat lemah. Seperti beberapa
kasus asusila yang dilakukan oleh warga asing selama ini, hukumannya sangat
ringan. Berbeda dengan warga Negara kita yang melakukan tindakan asusila yang
sama, mereka dijerat dengan hukuman yang lebih berat.
Mengungkapkan praktik kotor di
daerah pariwisata ini, Imam mengungkapkan bahwasanya fenomena tersebut seperti
halnya gunung emas yang terlihat hanyalah ujungnya saja, namun pada bagian yang
lainnya masih banyak yang belum terdeteksi. “belum lagi yang terdapat di daerah
Sumbawa, dan Bima pasti juga ada”. Tentu kondisi ini sangat memperihatinkan
terlebih lagi ada undang-undang perlindungan anak sebagai landasan terhadap
kebijakan pemerintah dalam memproteksi hak-hak anak. Tidak hanya itu, di NTB
sendiri sudah ada peraturan daerah nomor 11 tahun 2003 tentang perlindungan
tenaga kerja, perda nomor 2 tahun 2009 penyelenggaraan perlindungan bagi anak
dan perempuan, perda nomor 11 tahun 2009 tentang penghapusan tindak pidana
perdagangan orang yang memungkinkan terjaganya anak-anak di bawah umur dari
berbagai tindakan eksploitasi pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. (dys)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar