KANGGOK'M TADAHN ?

Sabtu, 21 Desember 2013

Syarat Toefel Dianggap Sebagai Peluntur Eksistensi Bahasa Nasional


Salah satu kebijakan pemerintah yang dianggap tidak pro terhadap pelestarian bahasa nasional ialah kewajiban penyertaan skor hasil tes toefel sebagai syarat administrasi pada beberapa kesempatan seperti sebagai syarat penerimaan bursa kerja, pada saat masuk pasca sarjana, dan lain sebagainya. Padahal kebijakan seperti itu berimplikasi terhadap hilangnya eksistensi penggunaan bahasa nasional di tengah-tengah masyarakat.
Kewajiban masyarakat untuk menyertakan skor hasil tes toefel sebagai salah satu syarat masuk dan sebagai bukti prestasi akademik seseorang sangat disayangkan oleh sekretaris Dinas Pendidikan Pemuda dan olah Raga (Dikpora) Lombok Barat, Komarudin dalam sebuah acara beberapa waktu lalu. Dirinya menyatakan kebijakan seperti itu sebagai kebijakan yang dapat menghilangkan popularitas penggunaan bahasa nasional di tengah-tengah masyarakat. Hal itu berakibat pada hilangnya eksistensi penggunaan bahasa nasional. Padahal ungkapnya, bahasa nasional merupakan bahasa yang mempunyai landasan dan dasar filosofi yang mendalam berasal dari UUD, dan semangat sumpah pemuda 1928 silam. Namun anehnya, sebagian masyarakat kita justeru tidak terlalu peduli dengan penggunaan bahasa nasional dalam kehidpan mereka sehari-hari. “masyarakat kita sekarang lebih bangga kalau mereka menggunakan bahasa asing  dalam kehidupan mereka sehari” terang Komarudin.
Lebih lanjut Komarudin mengatakan kondisi demikian tidak saja mencemaskan namun juga mengkhawatirkan kondisi persatuan di Negara kita. Karena sebagaimana semangat sumpah pemuda 28 Oktober 1928 silam, masyarakat indonesia secara umum telah menyepakati penggunaan bahasa indonesia sebagai bahasa persatuan bangsa. “orang dari daerah mana saja ketika mereka bertemu menggunakan bahasa indonesia, itu sebagai bukti bahwa bahasa indonesia mampu sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa”. Tidak hanya itu, Komarudin juga mengkritisi menjamurnya lembaga kursus-lembaga kursus bahasa asing yang menurutnya juga turut memperkeruh kondisi kebahasaan. Dengan tren yang sekarang ini berlaku di tengah-tengah masyarakat, memaksa para orang tua juga ikut-ikutan dan merasa bangga untuk mengkursuskan anak-anak mereka pada lembaga kursus bahasa asing. Anehnya, anak yang tidak bisa berbahasa inggris dianggap sebagai anak yang tidak modern. “itulah kondisi masyarakat kita sekarang ini, cukup memprihatinkan”.
Dirinya berharap kepada pemerintah untuk lebih tegas lagi terhadap upaya proteksi penggunaan bahasa nasional demi terpeliharanya bahasa nasional. salah satu upaya yang bisa dilakukan oleh pemerintah akunya ialah seperti pada soal tenaga kerja. Biasanya kalau orang indonesia mau bekerja ke luar negeri, mereka terkadang harus menyertakan hasil tes toefel bahasa asing bersangkutan sebagai syarat masuk kerja. Kenapa tidak pemerintah memberlakukan kebijakan seperti itu di indonesia bagi para pekerja asing. Misalnya bagi mereka warga asing yang hendak bekerja di indonesia, maka syarat utamanya ialah harus menyertakan tes hasil kemampuan berbahasa indonesia sebagai syarat utama bekerja di dalam negeri. Begitu juga pada saat penerimaan tes CPNS, masuk perguruan tinggi pasca sarjana juga harus menyertakan tes hasil kemampuan bahasa indonesia dan masih banyak yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk memproteksi bahasa nasional kita. (dys)




Tidak ada komentar: