Salah satu kebijakan pemerintah
yang dianggap tidak pro terhadap pelestarian bahasa nasional ialah kewajiban
penyertaan skor hasil tes toefel sebagai syarat administrasi pada beberapa
kesempatan seperti sebagai syarat penerimaan bursa kerja, pada saat masuk pasca
sarjana, dan lain sebagainya. Padahal kebijakan seperti itu berimplikasi
terhadap hilangnya eksistensi penggunaan bahasa nasional di tengah-tengah
masyarakat.
Kewajiban masyarakat untuk
menyertakan skor hasil tes toefel sebagai salah satu syarat masuk dan sebagai
bukti prestasi akademik seseorang sangat disayangkan oleh sekretaris Dinas
Pendidikan Pemuda dan olah Raga (Dikpora) Lombok Barat, Komarudin dalam sebuah
acara beberapa waktu lalu. Dirinya menyatakan kebijakan seperti itu sebagai kebijakan
yang dapat menghilangkan popularitas penggunaan bahasa nasional di
tengah-tengah masyarakat. Hal itu berakibat pada hilangnya eksistensi
penggunaan bahasa nasional. Padahal ungkapnya, bahasa nasional merupakan bahasa
yang mempunyai landasan dan dasar filosofi yang mendalam berasal dari UUD, dan
semangat sumpah pemuda 1928 silam. Namun anehnya, sebagian masyarakat kita
justeru tidak terlalu peduli dengan penggunaan bahasa nasional dalam kehidpan
mereka sehari-hari. “masyarakat kita sekarang lebih bangga kalau mereka
menggunakan bahasa asing dalam kehidupan
mereka sehari” terang Komarudin.
Lebih lanjut Komarudin mengatakan
kondisi demikian tidak saja mencemaskan namun juga mengkhawatirkan kondisi
persatuan di Negara kita. Karena sebagaimana semangat sumpah pemuda 28 Oktober
1928 silam, masyarakat indonesia secara umum telah menyepakati penggunaan
bahasa indonesia sebagai bahasa persatuan bangsa. “orang dari daerah mana saja
ketika mereka bertemu menggunakan bahasa indonesia, itu sebagai bukti bahwa
bahasa indonesia mampu sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa”. Tidak
hanya itu, Komarudin juga mengkritisi menjamurnya lembaga kursus-lembaga kursus
bahasa asing yang menurutnya juga turut memperkeruh kondisi kebahasaan. Dengan
tren yang sekarang ini berlaku di tengah-tengah masyarakat, memaksa para orang
tua juga ikut-ikutan dan merasa bangga untuk mengkursuskan anak-anak mereka
pada lembaga kursus bahasa asing. Anehnya, anak yang tidak bisa berbahasa
inggris dianggap sebagai anak yang tidak modern. “itulah kondisi masyarakat
kita sekarang ini, cukup memprihatinkan”.
Dirinya berharap kepada
pemerintah untuk lebih tegas lagi terhadap upaya proteksi penggunaan bahasa
nasional demi terpeliharanya bahasa nasional. salah satu upaya yang bisa
dilakukan oleh pemerintah akunya ialah seperti pada soal tenaga kerja. Biasanya
kalau orang indonesia mau bekerja ke luar negeri, mereka terkadang harus
menyertakan hasil tes toefel bahasa asing bersangkutan sebagai syarat masuk
kerja. Kenapa tidak pemerintah memberlakukan kebijakan seperti itu di indonesia
bagi para pekerja asing. Misalnya bagi mereka warga asing yang hendak bekerja
di indonesia, maka syarat utamanya ialah harus menyertakan tes hasil kemampuan
berbahasa indonesia sebagai syarat utama bekerja di dalam negeri. Begitu juga
pada saat penerimaan tes CPNS, masuk perguruan tinggi pasca sarjana juga harus
menyertakan tes hasil kemampuan bahasa indonesia dan masih banyak yang bisa
dilakukan oleh pemerintah untuk memproteksi bahasa nasional kita. (dys)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar