Mataram- Anggota Komisi V DPRD NTB Mori Hanafi dan H. Muammar Arafat
serta Kadis Dikbud NTB H. Muh Suruji, Kamis kemarin menemui pimpinan
IAIN Mataram. Kedatangan Komisi V DPRD NTB ke IAIN untuk mempertanyakan
adanya dugaan cuti paksa terhadap 350 mahasiswa IAIN pada semester ini.
Kedatangan anggota DPRD NTB ini disambut Rektor IAIN Mataram Dr. H.
Mutawali di dampingi para pimpinan kampus.
Pada kesempatan itu, Mori Hanafi menegaskan kedatangannya
sebagai bentuk pertanggungjawaban dirinya selaku wakil rakyat atas aduan
mahasiswa beberapa waktu lalu. Pihaknya menerima aduan adanya dugaan
cuti paksa ratusan mahasiswa akibat keterlambatan membayar SPP.
Berdasarkan data yang diterima DPRD, jumlah mahasiswa yang
cuti karena telat membayar SPP berjumlah 350 orang. Jumlah itu tegasnya
cukup banyak.
"Kami mohon mungkin ada pembicaraan di senat untuk memberikan peluang kepada adik-adik ini," tegasnya.
Pihaknya selain itu meminta kebijaksanaan para pimpinan
kampus untuk memberikan kelonggaran kepada adik-adik mahasiswa agar
diberikan toleransi dengan catatan tahun depan diperketat proses
pembayarannya.
"Dengan catatan jika tahun depan seperti ini lagi, dianggap cuti. Inilah yang perlu kita sama sama pahami,".
Selain itu, pihaknya menyayangkan sikap IAIN yang tidak
segera memberikan jawaban hasil keputusan rapat pimpinan secara tertulis
ke DPRD. Sehingga berujung pada persoalan yang berlarut- larut.
"Karena mahasiswa terus menagih janji kepada DPRD," jelasnya.
Menjawab hal tersebut, Rektor IAIN H. Mutawali,
mengungkapkan sejak awal dirinya dilantik menjadi Rektor banyak tuntuan
dari mahasiswa saat itu seperti tuntutan adanya perbaikan
sistem, perbaikan PDPT, termasuk perbaikan sistem pembayaran SPP dari
konvensional ke pembayaran sistem online yang terintegrasi dengan data
akademik mahasiswa.
Adanya perubahan pada sistem pembayaran SPP tersebut
merupakan suatu keharusan di tengah tuntutan perubahan tata kelola
kampus. Di samping itu, perubahan alih status dari IAIN ke UIN menjadi
suatu keharusan dilakukannya banyak perubahan. Sehingga kebijakan
pihaknya dilakukan di segala lini termasuk memperketat pembayaran SPP
sebagaimana tuntutan mahasiswa saat dirinya dilantik.
"Ini juga bagian dari tuntutan mereka untuk memperbaiki
sistem. Kapan kita mau mulai sesuatu yang baru kalau kita tidak mulai
dari sekarang," jelasnya.
Namun bukannya tanpa sosialisasi, setiap kebijakan selalu
disosialisasi sebelumnya. Termasuk sosialisasi batas waktu pembayaran
SPP. Bahkan sebulan sebelum itu, diumumkan bahwa pembayaran SPP mulai
dari tanggal sekian sampai sekian harus bayar SPP, termasuk lewat
selebaran.
"Itu sebagai bentuk sosialisasi. Agar kita melaksanakan apa yang menjadi tuntutan mereka untuk tertib administrasi," ungkapnya.
Selain itu, berdasarkan buku pedoman akademik yang menjadi
pegangan kampus dijelaskan secara jelas bahwa ketika mahasiswa tidak
membayar SPP maka dianggap cuti.
"Itu aturan main. Kami tidak mau melanggar aturan yang kita buat sendiri. Sekarang anak anak sudah mau Mid,".
Wakil Rektor I Bidang Akademik Dr. H. Masnun, dengan tegas
menyebut tidak ada perpanjangan pembayaran SPP bagi mahasiswa yang telat
membayar SPP. Hal itu merupakan hasil keputusan rapat pumpinan. Selain
itu, jadwal pembayaran SPP saat ini sudah lewat yaitu pada bulan Januari
lalu. Sementara jika dilakukan perpanjangan akan berdampak pada sistem
PDPT dan sistem yang lainnya.
"Saya katakan kepada mahasiswa bahwa pembayaran SPP di
bulan Januari dan Juli. Di luar itu tidak ada yang bayar SPP,"
ungkapnya.
Meski mendapat banyak ancaman dan teror sejak kasus ini
bergulir, pihaknya konsisten tidak akan memperpanjang masa pembayaran
SPP.
"Pada prinsipnya kita bekerja berdasarkan sistem. Sekali
lagi ini demi perbaikan sistem. Kebijakan ini melalui proses panjang.
Kalau jadwal pembayaran SPP tidak hafal. Tapi kalau data-data di luar
itu mereka sangat hafal. Ini kan paradoks namanya, " jelas Masnun.
Sementara itu, terkait dengan data jumlah mahasiswa yang
telat membayar SPP, Wakil Rektor II Amir Aziz, menegaskan jumlah data
mahasiswa yang telat membayar SPP mencapai 309 orang mahasiswa dengan
rincian dari Fakuktas Ilmu Tarbiyah dan Kependidikan sebanyak 54 orang,
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam sebanyak 76 orang dan Fakuktas Dakwah
mencapai 22 orang. Dari jumlah itu, 152 orang di antaranya sudah
mengajukan cuti.
Mewakili Pemerintah Daerah NTB, Kadis Dikbud NTB H. Muh
Suruji, mendukung penuh upaya IAIN dalam memperbaiki sistem pengelolaan
kampus, apalagi saat ini sedang menuju perubahan alih status ke UIN mataram.
"Meski tidak bersinggungan langsung dengan IAIN, mewakili
Pemda yang mengurusi persoalan yang terkait dengan pendidikan dan
kebudayaan, pemerintah mendukung upaya perbaikan sistem, " ujarnya.
()
Tidak ada komentar:
Posting Komentar