Mutawali bersama Nasir Abas |
Rektor UIN Mataram Dr. H. Mutawali bergerak cepat dalam menafsirkan amanat Presiden Republik Indonesia sebagai jawaban kongkrit pasca deklarasi kebangsaan Bersama Seluruh Pimpinan Perguruan Tinggi yang berlangsung di Venuzela Island Nusa Dua Bali pada, 26 September 2017 yang lalu.
Kegiatan hari ini sebagai upaya merawat keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, reaksi cepat sebagai tindakan kongkrit lembaga dalam dalam mengabil peran kampus untuk membingkai mahasiswa dari ancaman radikalisme.
Dr. H. Mutawali dalam sambutanya mengungkapkan bahwa dalam hitungan sepuluh hari sejak deklarasi semua rektor bersama Presiden, tepatnya hari ini Rabu, 4 Oktober 2017 UIN Mataram bersinergi dengan Badan Nasional Penanggulangan Teroris Republik Indonesia (BNPT), Forum Koordinasi Penanggulangan Teroris (FKPT) NTB, menggelar dialog kebangsaan di auditorium dengan peserta 150 orang dari berbagai perguruan tinggi di NTB.
Menghadirkan narasumber dari akademisi, pakar dan ahli teroris Asia Tenggara. Persoalan terorisme bukan soal pelaku, jaringan dan aksi saja, namun juga ideologi yang dapat mengancam persatuan bangsa.
Sementara Prof. H Saiful Muslim mewakili pengurus FKPT NTB yang juga sebagai narasumber pada acara dialog ini menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan pembekalan kepada masyarakat khususnya dunia kampus tentang dampak buruknya jika tidak mengetahui tentang teroris.
Tafsir pemahaman tentang istilah teroris yang berkembang di masyarakat seringkali menggunkan agama untuk memanfaatkan kepolosan masyarakat yang kurang pandai membaca gerak-gerik teroris.
Lebih lanjut Saiful menjelaskan, bagaiamanpun sebagai masyarakat harus mengetahui ciri-ciri teroris sehingga tidak mudah terpengaruh jika ada oknum teroris yang sedang melaksanakan aksinya dalam pencarian anggota biasanya teroris tersebut akan melakukan caranya dengan memprovokasi masyarakat terhadap sehingga mau mengikuti jejak mereka menjadi teroris.
Mantan teroris Nasir Abbas yang didaulat sebagai pemateri, di hadapan ratusan mahasiswa menceritakan bagaimana rasanya saat memimpin kelompok Mujahiddin di beberapa wilayah di Asia Tenggara sebagai otak kelompok teroris. Dirinya adalah Ketua Mantiqi III untuk mengatasi wilayah di Asia Tenggara, seperti, Sabah Malaysia, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan beberapa wilayah lainnya.
Nasir yang hidup selama tiga tahun di Filiphina bersama dengan para mujahidin lainnya mengikuti proses latihan militer dengan keras. Dia melatih Imam Samudra hingga Noordin M. Top.
Kini Nasir berbalik membantu pemerintah Indonesia memerangi terorisme. Pada akhirnya semua itu adalah catatan peristiwa masa lalu, kini pilihan membantu polisi, memberikan pencerahan kepada masyarakat adalah murni dari hati nurani.
Nasir Abbas menekankan bahwa radikalisme saat ini semakin hebat perkembangannya. Kampus sebagai ranah publik membuat kehadiran kelompok radikal dan ekstrim selalu mengintai mahasiswa.
Menurutnya perlu ada desain ulang terhadap mata kuliah yang bersifat ideologis seperti Pancasila, pendidikan kewarganegaraan dan agama. Pentingya membangun sinergitas antara BNPT, FKPT, mahasiswa, dan birokrasi kampus sebagai ikhtiar untuk menghambat perkembangan radikalisme dan terorisme di perguruan tinggi.
Closing statemen Rektor UIN Mataram menyampaikan bahwa perlunya semua pihak memperkuat komitmen dan tekad melawan radikalisme, artinya bahwa sebagai warga Negara wajib untuk menjunjung tinggi Idiologi Pancasila, Konstitusi UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI. Selain itu mahasiswa sebagai garda terdepan perlu dilibatkan dalam memelihara keutuhan NKRI.
"Kami mengajak semua civitas akademika UIN Mataram untuk terus meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan terhadap bahaya radikalisme. Kampus kita ini bergerak cepat mecegah dan membentengi mahasiswa dari berbagai paham radikalisme dengan pendekatan Islam Rahmatan Lil-’Alamin," pungkasnya. (d)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar