Pulau Lombok sangat kaya dengan kearifan lokal berupa budaya dan aliran kepercayaan. Salah satu yang menarik ialah budaya dan aliran kepercayaan yang dimiliki Masyarakat Adat Bayan berupa wetu telu.
UIN Mataram pun berencana untuk menggelar konfrensi internasional Masyarakat Adat Bayan menghadirkan para penulis dan peneliti Masyarakat Adat Bayan. Demikian disampaikan Plt. Wakil Rektor I Dr. H. Masnun, saat menjadi pembicara dalam kegiatan seminar dan beda buku "Masyarakat Adat Bayan dalam Bingkai Islam Nusantara" pada Sabtu (29/9) di auditorium kampus I.
Dikatakan Masnun, UIN Mataram memiliki tanggungjawab moral terhadap masyarakat. Maka tidak salah jika UIN suatu saat nanti menggelar konfrensi internasional tentang Masyarakat Adat Bayan. Terlebih saat ini UIN Mataram sudah mempunyai Prodi Sosiologi Agama. Dimana Prodi ini bertugas menganalisis ekspresi keberagamaan suatu masyarakat.
Dikatakan Masnun bahwa sejatinya Islam ialah "salihun li kulli makan wa zaman" sehingga mampu menerima kearifan lokal sebagaimana konsep Islam Nusantara. Bukan memahami Islam secara formal, yang tidak mampu kompromistis dengan berbagai perubahan.
"Kampus mengapresiasi kegiatan seperti ini. Kampus sebagai tempat berdiskusi," ujarnya.
Sementara itu Raden, salah satu pembicara lain mengingatkan kepada mahasiswa peserta seminar untuk tetap memelihara kearifan lokal yang dimiliki Masyarakat Adat Bayan. Mengingat kearifan lokal merupakan jati diri sebuah bangsa, sehingga hilang jati diri suatu bangsa jika hilang identitas dan budaya di tengah masyarakat.
Selain itu pada kesempatan tersebut Suwinggih meluruskan pemahaman dan anggapan yang salah atas keberadaan Masyarakat Adat Bayan. Selama ini ada yang beranggapan bahwa budaya di Bayan sudah tidak relevan dengan perkembangan saat ini.
Misalnya saja soal pemahaman wetu telu yang selalu dipandang negatif. Bahkan lebih jauh disebut agama wetu telu, padahal wetu telu bukan agama melainkan sikap hidup yang dianut Masyarakat Adat Bayan semata. (dys)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar