Hal pertama yang perlu dipahami adalah manusia itu sendiri sebagai pelaku dalam melakukan berbagai moblitas kemanusiaannya. Manusia sebagaimana banyak di sebut oleh banyak tokoh merupakan makhluk social homo socius. Dengan fungsi sosialnyalah segala bentuk kemanusiaan itu di perankan. Tentunya dalam kerangka menjalankan tujuan besar dari penciptaan makhluk itu sendiri.
Setiap manusia mempunyai tujuan hidup masing-masing yang tertuang dalam visi hidup. Sebagai homo socius, manusia dalam rangka mencapai visi tadi itu tentunya tidak akan terlepas dari keberadaan manusia-manusia lainnya. Oleh karena itu mereka membutuhkan sosialisasi dan komunikasi dengan sesama manusia. Dalam komunikasi tersebut terjadi transformasi pengetahuan yang akan memudahkan manusia untuk mencapai visi mereka. Itulah arti penting dari komunkasi.
Seberapa kuat komunikasi yang kita bangun akan mempengaruhi kualitas hasil yang kita peroleh. Komunikasi oleh manusia bisa dalam bentuk yang beragam, mulai dari yang paling sederhana seperti komunikasi dengan memakai bahasa verbal sampai dengan menggunakan media komunikasi canggih seperti internet yang tidak mengenal batas-batas teritorial.
Bayangkan hanya dengan menekan tombol atau akun-akun tertentu kita bisa melihat Benua Amerika, Benua Eropa, Benua Afrika dalam hitungan detik. Sesuatu yang tak pernah terpikirkan oleh orang dahulu. Dengan semakin mengglobalnya cara-cara berkomunikasi sekarang, memungkinkan setiap orang dapat mengakses berita-berita setiap detik dan setiap saat. Salah satu sarana berkomunikasi yang cukup familiar di tengah-tengah kita adalah media masa. Baik dalam bentuk cetak maupun elektronik.
Dari namanya saja sudah terbangun persepsi bahwa komunikasi lewat media masa ini dilakukan oleh orang banyak, dilakukan di ruang terbuka oleh bersama-sama demi kepentingan bersama. Karena dilakukan di ruang publik, pemberitaan harus berdasar pada nilai-nilai yang berlaku umum. Ini penting, karena menyangkut kepentingnan orang banyak.
Media sebagaimana yang di difinisikan oleh Mc Luhan merupakan perluasan dari alat indera. Misalkan telepon merupakan perpanjangan tangan dari telinga. Televisi merupakan merupakan perpanjangan tangan dari mata dan lain sebagainya. Karena merupakan perluasan dari alat indera, maka tidak salah jika media berperan sebagai institusi pencerahan masyarakat, yaitu perannya sebagai media edukasi. Media masa yang setiap saat mendidik masyarakat supaya cerdas, terbuka pikirannya dan menjadi masyarakat yang maju.
Melihat Fungsi media yang sebegitu pentingnya, maka rumusan yang harus dipakai sebenarnya adalah berisi tentang informasi-nformasi yang edukatif sebagaimana dijelaskan diatas. Bukan informasi-informasi bohong yang malah akan menyesatkan publik. Sehingga salah satu ciri kerja jurnalistik adalah selalu sanksi terhadap informasi-informasi yang diterima. Check and recheck yaitu meneliti kebenaran suatu fakta/data beberapa kali sebelum menuliskannya, itulah yang dilakukan sampai menghasilkan sebuah pemberitaan yang benar-benar akurat. Sehingga sebelum naik menjadi berita, terlebih dahulu ada proses yang disebut dengan reportase kemudian wawancara tokoh yang memungkinkan akan memperoleh informasi yang akurat dan berimbang.
Namun sebagaimana keindahan mawar yang ternyata penuh dengan duri meski tetap harum, media masa pun tidak terlepas dari “duri-duri” yang meski dari jarak kejauhan tidak tampak, namun sangat mengganggu dan merusak jika dipandang dari dekat. Tidak selamanya yang ideal itu ideal. Di media masa pun seperti itu. sebagai institusi pendidik dan pengontrol, masing-masing mempunyai visi dan tujuan. Lewat visi dan tujuan itulah dibangun cara-cara yang akan menuju pencapaian visi tersebut. Tidak ada satupun media yang terlepas dari subjektifitas pemberitaannya. Meski ada media yang mengaku diri paling objektif dalam pemberitaannya, namun tidak ada yang seratus persen objektif.
Media Masa; Antara Kepentingan Publik Dan Industri
Sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan, media memegang peran penting dalam proses pembangunan bangsa. Dengan fungsi kontrol yang dimillikinya, media menjadi lembaga non pemerintah yang dengan fungsi kontrolnya akan melihat sejauhmana proses atau perjalanan suatu bangsa. Media memiliki karakteristik yang kritis dan selalu sanksi terhadap isu-isu yang berkembang atau mencuat. Dengan sikap tersebut, media adalah salah satu kekuatan inti dari sebuah bangsa. Sebuah bangsa akan menjadi rapuh ketika semua awaknya lemah terhadap pengontrolan kinerja-kinerja pemerintahan. Oleh karena itu media memiliki peran yang strategis. Bahkan hari ini orang lebih cendrung takut terhadap media ketimbang para politisi yang juga sama-sama memiliki peran vital dalam proses perjalanan bangsa ini. Bayangkan, orang hari ini bisa memberikan informasi ke awak media tanpa adanya prosedur dan birokarasi yang rumit. Sehingga dalam waktu singkat banyak informasi yang ada bisa terpublikasikan.
Seiring dengan perjalanan bangsa indonesia, media masa (khusunya lembaga Pers) memiliki perkembangan pasang surut. Mulai dari jargon “lembaga partisan” pada Era Orde Lama sampai dengan yang sangat terbuka pasca reformasi yang oleh sebagian sejarawan disebut sebagai periodesasi “era kebebasan pers”. Di negara-negara maju seperti amerika, pers menjadi lembaga yang sudah sangat terbuka dan memiliki kredibilitas dalam menyampaikan informasi ke publik. Salah satunya adalah new York times. Media ini sangat terkenal karena proses sebelum naiknya berita sangat selektif dan ketat.
Sudah menjadi fakta yang tidak bisa terelakkan lagi bahwa ada sebagian media untuk tidak mengatakan tidak ada yang memiliki kepentingan. Baik berupa kepentingan politik dan ekonomi. Diatas telah disinggung bahwa setiap orang mempunyai visi hidup. Lebih-lebih kepemilikan media yang juga tidak terlepas dari kepentingan ekonomi untuk mengejar kenaikan tiras dan target oplah serta juga kepentingan politik. Sehingga dengan adanya beragam kepentingan diatas, memungkinkan media akan begitu sangat dekat dengan banyak “kepentingan” termasuk didalamnya adalah pemerintah. Sejarah mencatat bagaimana kedekatan Pers misalkan di masa Orde Lama yang secara sengaja hanyut dalam dunia poltik praktis. Mereka lebih banyak memerankan diri sebagai corong dan terompet partai-parati politik besar. Sehingga Pers tidak lebih dari juru bicara pemerintah saat itu meski dengan kurun waktu yang relatif singkat. Berbeda dengan Orde Baru, kondisi pers kian tertekan dan tertutup. Banyak media masa yang di bredel. Kebebasan pers benar-benar terpasung. Sehingga era ini disebut sebagai era “pers tiarap”. Kalau mau bertahan hidup dan tidak diberangus, maka harus kerja secara sembunyi-sembunyi dan tiarap layaknya perang gerilya atau dengan pilihan yang lain yaitu mengikuti mekanisme kerja pemerintah dan kembali ke era orde lama menjadi juru bicara pemerintah dengan kata lain berita yang dimuat adalah berita-berita yang di konstruktif terlebih dulu oleh beragam kepentingan.
Disinilah awak media menjadi gamang karena disatu sisi harus melindungi “tuannya” dan “kepentingan-kepentingannya” dan disi lain harus memenuhi kebutuhan publik untuk memperoleh informasi dan berita yang benar sesuai dengan realita mirror reality tanpa adanya berita yang subjektif-konstruktifis. Posisi terpojok dan dilematis ini memaksa mereka untuk terus pada posisi memilih. Memilih mengorbankan nilai moral dan mengabaikan kepentingan publik atau mengikuti “bulan madu” dengan pemilik kepentingan?
Tentu kita masih ingat dengan kasus yang menimpa lima wartawan yang saat ini sedang terbelit kasus terkait dengan pemberitaan yang di indikasikan telah disuap oleh salah seorang yang berkepntingan terhadap naiknya berita yang mereka tulis. Meskipun saat ini masih dalam tahap proses, penulis yakin dengan “kekuatan” yang dimiliki oleh media terlepas dari benar dan salahnya mereka akan memenangkan perkara. Sebagai epilog dari tulisan singkat ini, penulis ingin mengatakan bahwa tidak ada satupun yang bisa terlepas dari adanya “kepentingan”. Baik dari pemilik media, masyarakat, terlebih lagi pemerintah.
Oleh: Darsono Yusin Sali
NOTE: Tulisan ini pernah di muat di bulletin suara insani edisi ke 6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar