Ada banyak kebiasaan yang muncul pasca Ramadhan. Hal itu terjadi karena pola aktifitas yang kita bangun ketika Ramadhan berlangsung. Ada kebiasaan tidur pagi, kebiasaan tidur di atas jam 00.01 dinihari, kebiasaan makan malam, kebiasaan tahajjud, kebiasaan salat duha, kebiasaan baca Al-Qur’an, kebiasaan jalan-jalan sore, kebiasaan silaturrahmi dan berbagai kebiasaan-kebiasaan baru lainnya.
Kebiasaan terbentuk dari aktifitas yang di lakukan secara berulang-ulang dan telah menyatu antara aktifitas tersebut dengan pelakunya. Membaca al-Qur’an akan menjadi sebuah kebiasaan, ketika secara terus-menerus dilakukan berulang kali, kebiasaan tidur pagi akan menjadi sebuah kebiasaan jika terus menerus di lakukan. Begitu pun dengan berbagai kebiasaan lainnya. Intinya adalah bagaimana kita membiasakan diri terhadap beragam aktifitas sehingga membentuk kita menjadi manusia-manusia yang memunyai ciri khusus akibat pembiasaan yang kita lakukan.
Sekilas dari kebiasaan-kebiasaan di atas, sebenarnya ada dua bentuk. Yaitu kebiasaan positif dan negative. Kebiasaan positif lahir sebagai bentuk atas pembiasaan aktifitas yang bernilai positif dan begitu juga dengan kebiasaan negative lahir sebagai bentuk dari pembiasaan diri dari perbuatan-perbuatan negative.
Proses pembiasaan terhadap berbagai aktifitas, tanpa di sadari telah membentuk siapa diri kita sebenarnya. Orang tanpa di sadari akan disebut sebagai pembohong manakala kebiasaan bohong terus di praktikkan. Orang akan di sebut sebagai penulis, manakala aktifitas menulis senantiasa di lakukan.
Kelengahan kita adalah tidak sampai pada tahap menyadari diri sendiri. Banyak diantara kita yang tidak mengetahui siapa diri kita dan mau jadi apa nantinya. Keterlambatan untuk menyadari siapa diri kita telah membuat banyak orang menjadi tercengang ketika dirinya telah membentuk siapa dirinya di kemudian hari. Orang tanpa disadari telah disebut sebagai seorang yang jujur ketika kebiasaan untuk berbuat jujur terus di lakukan. Itulah uniknya manusia, banyak yang tidak mengenal dirinya.
Proses untuk menjadi sadar akan dirinya merupakan jihad yang berat bagi umat manusia hari ini. Ketidaksiapan untuk menyadari eksistensi dirinya telah menyebabkan manusia kehilangan arah untuk mempersiapkan keberlangsungan kehidupan nantinya.
Momentum Ramadhan merupakan momentum yang pas buat mengkader diri menjadi manusia-manusia dengan pribadi yang kita inginkan. Apakah mau mengkader diri menjadi manusia dengan kebiasaan positif atau menjadi manusia yang tercetak menjadi pribadi-pribadi negative.
Apa yang menjadi kebiasaan ketika Ramadhan akan menjadi kebiasaan yang terus terulang pasca Ramadhan nantinya. Proses untuk membina diri pada momentum Ramadhan kali ini akan menjadi solusi terhadap problem bangsa yang hari ini melilit. Tentunya membina diri ke arah yang positif sebagaimana banyak anjuran pada bulan ramadhan. Semisal membaca al-Qur’an, salat tarawih, witir, tahajjud, duha, bersedaqah, meyantuni faqir miskin dan lain sebagainya. Inti dari membina adalah ada proses pembelajaran dan internalisasi dari setiap aktifitas yang kita buat.
Sedari awal al-Qur’an menjelaskan dengan sangat gamblang kepada kita tentang tujuan akhir dari ritual puasa melalui surat Al-baqarah ayat 183 "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”
Dengan sangat jelas di terangkan diatas bahwa tujuan akhir dari proses menjalani ritual ibadah puasa adalah menjadi insan yang bertakwa. Seseorang akan di sebut sebagai insan yang bertakwa manakala aktifitas yang di bangun ketika Ramdahan adalah aktifitas yang mengarah kepada perbuatan-perbuatan bertakwa. Al-Qur’an sendiri menjelaskan kriteria orang-orang yang bertakwa dalam surat al-Baqarah ayat 177
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa”
Itulah aktifitas yang di gambarkan oleh al-Qur’an sebagai perbuatan yang mencirikan orang yang bertakwa. Dan akan menjadi konsekwensi logis orang yang melakukan perbuatan-perbuatan diatas di sebut sebagai muttakin.
Melakukan pembiaasaan-pembiasaan pada bulan Ramadhan akan sangat efektif menjadi bekal untuk bulan-bulan selanjutnya. Bisa dibayangkan jika bulan ramadhan di isi oleh aktifitas yang tidak berfaedah yang akan memberi dampak pada bulan-bulan berikutnya. Meskipun sebenarnya, proses mengkader diri itu tidak hanya di lakukan di bulan ramadhan. Namun setiap detik, setiap menit, setiap jam dari bulan-bulan yang lain adalah tempat bereparasi utuk melakukan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik dan itulah arti sebenarnya dari belajar yang merupakan inti dari mengkader diri. Namun ada beberapa hal yang menyebabkan mengapa bulan ramadhan mejadi bulan yang sangat efektif untuk melatih diri.
Pertama, Ramadhan menjadi bulan efektif melatih diri untuk lebih meningkatkan kesadaran spritual. Banyak doktrin agama yang terkait dengan hal tersebut sebagaimana salah satu hadits Nabi Saw “puasa itu untuk-KU, dan AKU yang akan membalasnya”.
Kedua, Ramadhan menjadi bulan efektif untuk melatih kepekaan empaty kita terhadap sesama manusia. Menahan diri dari makan dan minum adalah dengan tujuan selain untuk membersihkan hati agar ibadah kita kuat, juga agar kita dapat merasakan bagaimana penderitaan orang lain yang kurang mampu. Dengan demikian puasa melatih kita untuk memperbaiki hubungan kita dengan Tuhan dan sesama manusia vertikal-horizontal.
Dalam buku lafran pane; jejak hayat dan pemikirannya, Hariqo Wibawa Satria menjelaskan arti kader sebagai katalisator dari sebuah organisasi. Kader memiliki fungsi sebagai tenaga penggerak organisasi, sebagai calon pemimpin dan sebagai benteng organisasi. Intinya kader adalah anggota inti. Jika memang demikian manusia sebenarnya adalah kader-kader dari organisasi kehidupan. Manusia akan di sebut sebagai kader (manusia utama) ketika dia mampu menggerakkan suatu organis kehidupan yang di landasi dengan semangat untuk mencari kebaikan. Jika kader adalah pemimpin, maka dia juga merupakan khalifah Tuhan. Untuk dapat menjalankan fungsi-fungsi kekhalifahannya, maka dia harus di tempa dan di uji dalam ruang kekalutan dan kebisingan yang luar biasa. Ramadhan adalah salah satu tempat menempa dan mengkader diri agar bisa lulus dari ujian berat sampai nantinya dia akan di sebut sebagai kader yang muttaqien.
Wallahua’lam bishawab
Darek, 1 Ramadhan/Agustus 1432/2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar