Aku ingin bercerita sedikit tentang perjalananku ketika menjaga paman yang di
rawat di puskesmas tadi malam. Diawali dengan mendengar teriakan histeris
dari seorang perempuan yang tidak kukenal tadi malam. Suaranya keras menggema
memekakan telinga, seperti suara orang yang terdengar sangat kelelahan, seperti
suara orang yang menanggung beban yang amat berat. Malam yang
hening tiba-tiba pecah dengan pekikan teriakan yang membahana itu.
Alhamdulillah………….kata seorang menyahut, bayinya keluar diiringi oleh
suara tangis bayi kecil weakkk…weak ..Weekk
Oooo………. La la……..ternyata suara keras itu berasal dari salah satu
sudut kamar persalinan di Puskesmas Tanjung Karang , tempat dimana pamanku di
rawat tadi malam. Sejenak aku terdiam membayangkan betapa keras perjuangan ibu
tadi untuk bisa mengeluarkan beban di dalam perutnya yang kira-kira beratnya
sekitar 2 atau bahkan 3 Kilogram selama kurang lebih sembilan bulan.
Selama itu pula seorang ibu merasakan hidup yang tidak normal. Nafsu makan yang
kurang untuk tidak mengatakan tidak ada, karena nggak ada yang enak di makan.
Dan aktifitas-aktifitas yang lainnya pun turut berubah tidak normal. Apa
mau dikata, memang itulah kodrat sebagai perempuan. Makhluk yang oleh Allah di
katakan sebagai pelanjut atas turunnya rahmat bahkan azab-Nya. Murka seorang
ibu adalah murka-Ku dan rahmat seorang ibu adalah juga rahmat-Ku. Nabi saw
dalam suatu kesempatan ditanya oleh seorang sahabat. Kepada siapakah aku lebih
berhak untuk berbakti wahai Rasulullah ? Nabi menjawab Ibu, sampai tiga kali
sahabat tersebut mengulangi pertanyaan yang sama dan jawaban nabi saw
adalah Ibu. Dan baru keempat kalinya beliau menjawab Bapak.
Begitu mulia agama memperlakukan kaum perempuan dalam segala hal.
Bahkan misi pertama yang di jalankan Nabi SAW dalam aspek sosial adalah
meruntuhkan rezim perbudakan yang menyiksa dan menindas, serta
merendahkan kemanusiaan kaum perempuan. Setting arab jahiliyah masa itu
memperlakukan kaum perempuan tidak lebih seperti barang yang bisa
di jual dan ditukar. Kalau sudah rusak ya di ganti (jual). Islam
lahir untuk menyelamatkan kondisi yang demikian. Perempuan adalah tiang negara
. merupakan salah satu doktrin keagamaan yang lahir pasca Nabi SAW memenangkan
keadaan tersebut. Melihat agama yang menaruh konsen sedemikian tinggi,
tidak salah jika kiranya kaum perempuan harus berjuang untuk
mengisi apa yang telah di perjuangkan oleh Nabi SAW.
Saya teringat dengan beberapa kisah kaum perempuan yang tercatat
dalam sejarah perjuangan. Berjuang atas nama bangsa dan agama. Ya tentu dalam
rangka mengisi apa yang telah diperjuangkan Nabi SAW. D ijajaran
perempuan muslimah tampil Siti Aisyah istri baginda Nabi SAW yang gigih berani
menjadi panglima pada perang jamal. Perang berdarah antara pasukan Sayyidina
Ali dan Siti Aisyah dengan memakai onta sebagai kendaraan perang, sehingga di
kenal dengan perang jamal. Sebelumnya tampil Siti Khadijah istri Rasulullah
yang pertama yang turut memberikan andil besar terhadap penyebaran islam di
fase-fase awal penyebaran islam oleh Rasulullah SAW. Banyak lagi peran-peran
yang dibuat oleh kaum perempuan dalam rangka mengisi dan menjalankan
fungsi-fungin kekhalifahan mereka.
Di negara kita sendiri banyak nama-nama tersohor. Sebut saja Cut Nyak Dien
perempuan yang turut berjuang dengan gagah berani melawan penjajah.
Selain itu ada RA. Kartini yang di kenal sebagai pembebas kaum perempuan dari
keterbelakangan pendidikan. Tidak ada permpuan yang putus sekolah, tidak ada
yang buta aksara semuanya harus terdidik. Itulah konsepnya. Betapa agung yang
di perjuangkan oleh mereka para kaum perempuan. Peran-peran itulah yang
sekiranya harus di jadikan contoh bagi perempuan-perempuan hari ini.sehingga
bisa membuat dunia yang gelap dan suram ini menjadi terang kembali. selayaknya
kartini yang menjadikan masanya yang gelap, namun melalui perjuangannya,
kemudian terbitlah terang.
Namun apa yang dipaparkan diatas bisa jadi tidak berbandinglurus dengan
realita yang ada. Di tengah arus globalisasi dengan berbagai macam ideologi
dunia yang berciri konsumeristik. Perempuan sering dijadikan sebagai
barang komoditi dunia. Dipeperjualbelikan tanpa manusiawi. Tidak salah jika victor
malarek menyebut zaman ini sebagai gelombang keempat perdagangan perempuan
woman trafficking. Sebuah zaman dimana perempuan diperjualbelikan dengan
modus-modus yang benar-benar baru. Seperti memanfaatkan jalur distribusi dan
mata rantai internasional dalam memasok para perempuan tu. Kehadiran dunia maya
internet tidak bisa dielakkan telah memberikan andil cukup besar dalam proses
ini. Bisnis syahwat pemuas hidung belang secara online pun berjamuran
didunia yang tak mengenal batas-batas teritotrial ini. Mulai dari memesan
perempuan, seks inetraktif, wisata seks internasional, hingga pernikahan
sementara seolah menjadi trend yang sudah diamini.
Ideologi dunia yang serba matreal berdampak pada cara pandang dunia world
view menjadi ikut-ikutan dimatrealkan. Manusia yang merupakan bagian
didalamnya menjadi korban yang secara pelak tidak terelakkan. Dan perempuan
adalah korban yang rentan terhadap serangan ini. Media massa turut memberi
andil dari perubahan ini. Lihat saja tayangan di berbagai stasiun
televisi, tayangan yang paling banyak muncul adalah kaum perempuan. Adanya
sistem ratting telah menjebak manusia dalam alam yang serba di
matrealkan. Alur berpikirnya sederhana, siapa yang memperoleh ratting
tinggi, maka keuntungan meteri yang diperoleh dari tayangan tersebut akan
melonjak. Sehingga para produser akan berlomba-lomba menghiasi tayangan mereka
demi mengejar ratting ini. Entah yang di tayangkannya berkualitas atau
tidak yang penting ratting tinggi materi berlimpah. Padahal salah satu
fungsi media masa adalah mendidik. Mendidik masyarakat umum publik lewat
tayangan yang di suguhkan. Meskipun bersifat non formal, namun dampak yang
timbul dari media masa ini sangat besar. Anak-anak yang pada proses awal
pertumbuhan mereka suka meniru, akan menjadi korban dari penayangan media
masa yang tidak mendidik. Bisa di bayangkan jika yang di tiru
adalah mereka-mereka yang tidak mengenal etika, maka sudah bisa kita tebak
wajah generasi-generasi mendatang seperti apa.
Kaum perempuan harus
segera sadar dan banngkit dari problem ini. Jangan terjebak dengan alur
berpikir yang serba praktis yang justru akan mudah membawa mereka kedalam
kondisi yang semakin terpuruk. Ada baiknya kita ikuti praktik-praktik
pengajaran yang di jalankan oleh kaum sufi. Metode mengajar dengan cara
bercerita saya kira cukup efektif untuk di terapkan pada masa sekarang ini.
Kita butuh teladan-teladan yang menjadi panutan untuk ditiru. Apa jadinya
jika teladan-teladan seperti istri-istri Nabi SAW, para sahabat, orang-orang
solehah, para pejuang bangsa kini tidak ada. Lalu siapa yang akan di teladani?
Mau dibawa kemana generasi-generasi perempuan kita ? semoga di momentum
21 april ini, kaum perempuan kita bisa bangkit dari keterpurukan akhlak dan
mampu menngambil spirit dari kisah-kisah sukses perjuangan kaum perempun dimasa
lalu. Dengan tidak mengurangi subtansi semangat, saya mengucapkan Selamat
Hari Kartini
Senin, 18 Juli 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar