KANGGOK'M TADAHN ?

Senin, 07 Januari 2013

CaCatatan, Koreksi Tahun 2012 dan Resolusi Tahun 2013



Oleh : Prof. Dr. Darsono Yusin Sali, MA*

Tidak terasa kita sudah berada dipenghujung Tahun 2012, tahun yang oleh sebagian peramal dan penafsir kalender tahun maya disebut-sebut sebagai tahun berakhirnya bumi alias kiamat, maka tak pelak banyak diantara orang-orang yang mempercayainya mempersiapkan diri untuk menjemput kiamat yang dipastikan oleh mereka terjadi pada 21 Desember 2012 ini. Ada yang membuat bunker pelindung dan penampung dari serangan dan terpaan marabahaya, di Cina seorang pemuda menghabiskan tabungannya hanya untuk membuat perahu semisal Nabi Nuh yang menyelamatkan kaumnnya dari bencana dan azab Allah Swt. Selain itu, di Guetamala dan Meksiko tempat Suku Maya berdiam, pemerintah setempat mempersiapkan panggung hiburan dan ritual untuk menyambut datangnya kiamat yang mengerikan itu, maka tak heran pemerintah Guetamala menyediakan berbagai paket-paket untuk para wisatawan yang mau datang mengikuti menyambut hari datangnya kiamat. Diperkirakan saat itu ada sekitar 9000 wisatawan akan menghadiri upacara sakral tersebut. Mulai dari kelas Vip, eksekutif sampai ekonomi tersedia bagi pengunjung.  Di negara kita sendiri, tak sedikit yang mencoba-coba ikut meramal dan memberikan interpretasi terkait fenomena ramalan kiamat ini, mulai dari mencoba mempertautkan berbagai fenomena alam menjadi seolah-olah ikut mengamini berbagai ramalan tersebut. Jauh-jauh hari sebelum itu, di Amerika, produksi perfilman dunia dikagetkan dengan munculnya Film 2012 yang menggambarkan tentang kehancuran bumi akibat ganasnya dampak kiamat yang diramalkan terjadi pada akhir tahun ini. Dan banyak analisis lagi lainnya dibelahan bumi ini.

Namun, usut demi usut, ternyata indikasi kuatnya muncul permainan kapitalis pada isu yang dibuat tersebut menguat ketika sejumlah anggota Suku Maya Guetamala memperotes Kementerian Pariwisata dan Budaya setempat yang diaanggap telah melecehkan Suku Maya karena telah membuat isu menyesatkan dan sangat berbau kapital. Akhirnya tanggal 21 Desember kemarin pun lewat dan berlalu begitu saja tanpa ada sesuatu apapun yang terjadi selamatlah umat manusia di muka bumi, namun begitu, bersoraklah kapitalis yang telah memenangkan isu tersebut.

*******

Tahun 2012 bagi saya dalam hal asmara merupakan tahun perjuangan, betapa tidak sebagai seorang pengurus dan manusia biasa yang mempunyai normalitas lebih dari cukup dihadapkan pada pilihan apakah hubungan yang saya jalani mau di publis atau tidak? Jelas keduanya mempunyai konsekuensi yang tidak sedikit mengahabiskan pikiran dan tenaga.

Konsekuensi bagi yang pertama ialah berkenaan dengan etika publik bagi saya sebagai pimpinan dihadapan para anggota yang saya pimpin. Sehingga demikian, sikap kehati-hatian dari pilihan ini sangat diperlukan, karena jangan sampai anggota yang kita pimpin merasa kurang berkenan hati dengan pemimpinnya akibat sudah ada pilihan batinnya. Namun sikap positif yang bisa diperoleh ialah orang lain akan merasa sungkan dan malu jika berkeinginan merebut hati yang sudah dimiliki oleh orang lain. paling tidak inilah harapan saya sehingga mempublis hubungan yang selama ini saya diamkan. Kalau ada yang mau bermain-main dengan terhadap sikap yang sudah saya buat di atas, maka itu urusan lain bagi manusia yang sudah kehilangan rasa malunya.

Konsekuensi bagi yang kedua ialah akan memunculkan kerentanan terhadap pasangan kita, karena orang lain tidak tahu kalau hatinya sudah menjadi milik kita, rentannya ialah orang lain yang tidak mengetahuinya akan suka main serobot kiri kanan. Namun postifnya kita terhindar dari keburukan etika publik dari yang diprasangkakan oleh orang lain.

Setidaknya kedua sikap tersebut telah saya tunjukkan dalam menjalin hubungan asmara tersebut selama Tahun 2012 ini, namun sayang apa yang saya rencanakan dan pikirkan tersebut tidak seideal dibenak saya. Dipublis atau tidak dipublis, ternyata sama saja, masih banyak manusia-manusia yang tidak tahu malu, tidak tahu diri, manusia-manusia dengan karakter suka main serobot, keras kepala, tidak mengerti arti persahabatan, manusia-manusia dengan tipikal suka makan tanaman dan pagar orang lain kalau bahasanya Mansur S. Itulah yang saya hadapi disepanjang Tahun 2012 ini. selain itu, muncul manusia-manusia dengan sikap inkonsistensi dari apa yang selama ini didiskusikan dan dibicarakan, jauh sekali dari harapan yang terpatri dari lubuk hati sebelum mengambil pilihan untuk mempublisnya dass solen dan das seinnya. Benar-benar kutemukan manusia yang tidak tahu malu pada tahun ini.
****
O iya, saya jadi ingat dengan apa yang Rasulullah Saw beberapa Abad silam sampaikan berkaitan dengan kategori manusia yang kuat. Dalam salah satu haditsnya beliau bersabda yang intinya (maklum penulis gak terlalu hapal), ternyata orang yang paling kuat dihadapan Allah Swt bukan orang yang mempunyai tubuhyang kekar, tenaga yang kuat, namun kategori yang kuat menurut Agama ternyata ialah orang yang mampu meredam amarah saat ia marah. Subhanallah, sebuah kategori sederhana dan ringan namun tidak sesederhana dan seringan yang disebut. Setidaknya itulah yang melekat dalam diri saya selama ini yaitu suka marah, tempramen dan jumping conclution (suka mengambil keputusan meloncat).

Sebuah dialog terjadi ketika saya berkunjung ke salah satu alumni,  dapatkah seorang yang  sedang marah disebut orang Islam? Agak lama beliau terdiam, sambil menghela napas melanjutkan penjelasannya, sementera Islam itu ialah agama kedamaian, keamanan, dan kepasrahan. Lalu di mana posisi orang yang tersebut dihadapan terminologi Islam yang seperti itu?
Saya pikir, benar juga, kalau benar-benar berislam, maka sikap tercela semisal marah tadi tidak akan terjadi pada diri Kaum Muslim. Marah erat sekali dengan perbuatan Syetan lanjutnya karena pada dasarnya orang yang marah sedang memperturutkan hawa nafsunya Inna An-Nafsa La’amratan Bissu’i. Pembahasan cukup sampai di sini, karena saya tidak mau terlalu jauh dianggap sebagai Syetan karena memiliki sikap tempramen tinggi dan suka marah. Setidaknya, menahan amarah akan menjadi salah satu resolusi di Tahun 2013 ini.
***
Dipenghujung  tahun ini juga, Ariel Peterpan dibebaskan dari penjara oleh kesalahannya yang  dengan segenap hati dan berislam mencabuli dua artis cantik Luna Maya dan Cut Tari yang juga sama-sama telah berislam juga melakukan hubungan badan yang disaksikan oleh Jutaan masyarakat luas. Sebuah pertunjukkan spektakuler dan terbesar Abad ini. bahkan menjadi headline berita di salah satu media massa Amerika Serikat. Dipenjara kurang lebih 2,5 Tahun tidak membuat pamor sang mega bintang Peterpan ini redup. Di dalam jeruji besi, Ariel membangun pesonanya dihadapan para napi lainnya, menciptakan lagu, menghibur napi yang sebagian besarnya ialah menderita penyakit global stresssss yang telah lebih dahulu diramalkan dan dinyanyikan oleh Bung Haji Roma Irama (Calon Presiden kita di Pilpres 2014 mendatang, katanya sih).
Inilah patologi sosial yang nyata di depan mata kita, ketenaran Ariel mampu mengalihkan justifikasi buruk seorang perusak moral masyarakat menjadi sosok luar biasa dan dipuja-puja. Aneh, penzina kok disanjung-sanjung. Bahkan ketika keluar tahanan pada akhir Bulan Juli lalu, gegap gempita media masa infotaintmen memberitakan kebebasan sang mega bintang Ariel. Ratusan penggemarnya terutama remaja kaum hawa yang terhipnotis oleh lagu Daranya ariel menunggu berhari-hari di luar penjara sambil membentangkan spanduk bertuliskan i love u ariel. Wow fantastis
***
Lain Ariel lain lagi dengan Aceng HM. Fikri, bupati garut yang kini menjadi momok tidak hanya masyarakat Kota Garut namun juga Indonesia secara umum. Kasus pernikahan singkatnya dengan seorang gadis selama empat hari memaksa DPRD Kota Garut memakzulkannya dari kursi Bupati meskipin pemilihan belum akan digelar. Yang menarik dari fenomena Aceng ini ialah sakralisasi pernikahan dan pemahaman seorang pejabat publik ketika berada diruang-ruang publik dan ruang privat yang masih sangat sederhana.

Mana yang disebut sebagai ruang publik dan ruang privat?
Bagi seorang pejabat publik, kedua ruang ini harus benar-benar dipahami sehingga nantinya mampu beradaptasi dengan kedua ruang ini. dengan kata lain, mampu menempatkan dirinya sebagai pribadi yang sedang berada di ruang publik dan pribadi yang sedang berada di ruang privat. Sebagai pejabat publik, terkadang agak sulit melihat mana daerah yang masuk kategori ruang publik dan privasi. Kasus Aceng misalkan, selain sebagai pejabat Aceng juga seorang manusia biasa yang mempunyai kesamaan dengan manusia pada umunya. Perkawinannya yang singkat di satu sisi mencerminkan Aceng sebagai manusia yang sama pada umumnya, yaitu mau menikmati hidup dengan enak, butuh kesenangan dan lain sebagainya, dan itu sah-sah saja karena sangat manusiawi, namun ada satu hal yang tidak bisa dipahami oleh Aceng ialah keberadaannya sebagai publik pigur, pemimpin masyarakat yang harusnya memberikan contoh dan tauladan yang baik, ini yang belum dipahami oleh Aceng. Sehingga kadangkala urusan privasi sering masuk ke urusan publik. Kondisi ini benar-benar harus clear dipahami oleh seorang pejabat publik sebelum nantinya memimpin. Dalam salah satu wawancara dengan stasiun televisi, Aceng dengan nada landai dan santai tanpa merasa bersalah mengatakan,” ini merupakan bentuk kejahatan politik dari lawan-lawan politiknya. Mengapa urusan pribadi saya kok ditarik-tarik ke ranah politik? Seharusnya ini diselesaikan secara kekeluargaan dan itu sudah selesai saya lakukan pasca islah kemaren”. Paparnya.

Satu poin penting dari komentarnya Aceng tersebut  ialah terjadi pemisahan antara ranah politik dan pribadi. Dalam Islam dan sejarah-sejarah peradaban Agama, fenomena pemisahan antara hak publik dalam hal ini ialah politik dengan struktur kehidupan masyarakat secara individual seperti ini disebut sebagai Sekulerisasi.  Proses Sekulerisasi dalam sejarahnya pertama kali muncul di Abad pertengahan di Eropa Barat. Hal ini dilakukan oleh kaum intelektual yang secara tegas menunjukkan pertentangan terhadap dominasi kaum Rohaniawan Gereja yang secara Teologis-Dogmatis menguasai proses berpikir umat Kristiani waktu itu. Atas nama kemajuan ilmu dan pengetahuan, maka pilihan untuk memisahkan diri dari kebijakan-kebijakan Greja demi kemajuan harus diambil. Betapa tidak, Gereja sebagai institusi keagamaan Kristen dengan langkah tegas menghukum siapa saja yang dianggap telah melanggar keputusan-keputusan Gereja (inquitition).

Sekulerisasi dalam persepktif agama cenderung melihat agama sebagai tidak semata-mata dapat menyelesaikan semua problem yang dihadapi oleh masyarakat, mengapa demikian? Karena banyak dogma-dogma dalam agama yang kemudian secara final diterbitkan oleh para pemukanya yang tidak lagi jamani melihat perkembangan sosial dan budaya masyarakat sekitar. Akibatnya, agama menjadi kerdil tidak lagi mampu menjawab tantangan kehidupan sosial umat manusia. Maka dalam kondisi yang seperti inilah manusia membutuhkan proses Sekulerisasi tersebut agar menjadi tawaran terhadap problem kemanusiaan yang sedang dihadapi. Apa yang disampaikan oleh Cak Nur pada ceramahnya tahun 1997 di TIM membuat orang terperanjat dengan ide mengejutkan ini. ide Sekulerisasi bagi Cak Nur ialah ide tentang manusia yang membutuhkan kemajuan. Kemajuan dari cara berpikir dan bertindak umat manusia. Lebih tepatnya, Sekluerisasi akan menciptakan manusia-manusia progres yang selalu berpikir tentang masa depan. Masa depan umat manusia itu tepatnya.
Bagaimana masa depan agama?

Agama oleh sebagian tokoh disebut akan mewabah kembali pada Abad 21 ini, artinya perbincangan terhadap persoalan agama akan selalu membuat orang terpancing dan fenomena ini akan menjamur. Sehingga Abad 21 ini disebut sebagai Abad kembangkitan agama. Persoalannya ialah, proses Sekulerisasi sebagaimana di atas ditentang oleh tidak sedikit orang, wajar saja jika ditentang mengingat sudah sekian abad terasupi oleh kondisi statis dogmatis seperti di atas. Dalam hukumnya, siapa saja yang mencoba mengusik kemapanan orang pasti orang tersebut akan marah. Karena secara tidak langsung akan merugikan kondisi kemapanan tersebut. Baik dalam hal kedudukan, kekuasaan, pengaruhnya akan berkurang. Akibatnya, pendapatan secara ekonomis akan ikutan anjlok. Paling tidak itu yang akan diperoleh. Sehingga wajar ada pertentangan seperti di atas. Persoalannya ialah manusia secara fitri membutuhkan agama di setiap ruang waktu tanpa pemisahan sebagaimana konsepsi kaum sekuleris. Bagaimanapun juga, orang memburtuhkan kondisi perpolitikan yang beretika di mana proses politik tidak dimaknai semata-mata untuk memperebutkan kekuasaan, bagaimanapun juga semua orang membutuhkan ilmuan-ilmuan yang jujur  yang selalu menyuarakan kebenaran dari setiap penemuan-penemuan ilmiah yang ditemuinya bukan hanya sekedar untuk mendukung ideologi segelintir orang yang akibatnya pasti menguntungkan secara ekonomis.

Namun bagaimana kondisi tersebut tercipta jika perilaku keberagamaan kaum agamawan kita masih seperti ini. artinya ajaran-ajaran dari dogma agama yang mereka distribusikan untuk umat tidak dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan umat manusia. Apakah lantas disalahkan jika umat kemudian mencari pegangan lain yang kira-kira relevan dengan kondisi dan kebutuhan mereka saat ini? saya kira kita harus arif melihat kondisi ini sebagai buah dari kepicikan berpikir orangh-orang yang telah mendistribusikan dogma-dogma agama untuk kemudian dikonsumsi oleh umat.  
Dalam salah satu dogmanya, islam sebagai contoh merupakan agama yang lahir untuk segala ruang dan waktu. Artinya keberadaan agama menjadi rahmat bagi semesta alam dalam segala kondisinya. Kita mempunyai ajaran ideal yang justru tidak sama dengan kondisi yang kita lihat hari ini das sollen das sein. Inilah pekerjaan berat kita semua.
******
Di HMI saya dihadapkan dengan berbagai pilihan untuk belajar segala hal. Hal ini dimungkinkan karena alumni-alumninya pun berlatar belakang yang beragam plural. Sehingga demikian, ilmu apa pun yang mau dituntut di HMI pasti ada. Saya tertarik dengan salah seorang alumni (inisialnya saya tidak sebut) yang punya konsep berbeda jika dibandingkan dengan almuni lainnya. Ajarannya yang sederhana namun sangat mulia karena pernah menjadi trend keberagamaan di masa lampau. Tasawuf, ialah ilmu bertasawuf ilmu hati kira-kira seperti itu. Oleh Fazlurrahman ini disebut sebagai ilmu “Ortodoksi” dalam Islam karena mempunyai kecenderungan mempunyai nilai yang sangat tinggi atau High Tradition dalam bahasanya Amin Abdullah.

Dalam banyak diskusi dengan beiau, ada yang lain, kita diajak untuk merenungi hal-hal sederhana yang ada di sekitar kita. Mulai dari membicarakan persoalan nafas, ruh, lingkungan, hubungan energi dengan kehidupan, hubungan sinar dengan kehidupan kita dan lain sebagainya. Itu semua tidak luput dari pembahasan. Disatu sisi diskusi seperti ini membangkitkan  kembali pada gairah ingatan masa lampau kejayaan islam yang cenderung diwarnai oleh perdebatan seputar ilmu kalam dan tasawuf yang tidak menemukan titik temu.

Namun ada yang keliru menurut saya dengan cara memahami tasawuf selama ini, bisa jadi ini menjadi tesis menghilangnya ilmu tasawuf dikalangan kaum muslim oleh disiplin ilmu lainnya. Sifatnya yang cenderung tertutup pada persoalan-persoal praksis setiap hari menjadikannya tidak lagi digandrungi. Terjadinya pengotakan seolah tasawuf murni bicara masalah Tuhan dan displin ilmu lainnya masalah dunia membuatnya tertinggal dan tidak mampu menjawab tantangan umat manusia. Persoalan sebenarnya sederhana yaitu menyangkut metodologi  aprroach mengenai agama saja tidak lebih. Yaitu bagaimana membuat agama ini tetap eksis dan berbicara terus menerus memberikan prinsip-prinsip etikanya terhadap perkembangan kehidupan masyarakat yang hampir setiap harinya mengalami perubahan. Pilihannya ialah apakah agama ini akan memberikan sikap tertutup terhadap persoalan kehidupan duniawi dan ansih bicara soal akhirat atau agama ini akan dibiarkan terbuka bagi siapa saja sebagai pegangan moralitas umat manusia. Ilmu tasawuf tidak boleh dibiarkan berbicara soal akhirat semata, namun ia harus terus mendikte keadaan dunia yang serba global seperti saat sekarang ini. itu yang diperlukan dari dunia tasawuf dan ini yang tidak ada dalam pembicaraan dengan alumni selama ini.

Paling tidak tulisan ini menjadi sebagian kecil dari catatan Tahun 2012 dan masih banyak lagi catatan yang luput dari ingatan penulis. Semoga menapaki tahun baru 2013 ini kita kembali menjadi manusia yang selalu ingat kelebihan dan kekurangan diri pribadi. Sehingga sikap sebagai pengamat spectator yang selama ini diperankan berubah menjadi pelaku actor yang selalu bermain dalam setiap panggung kehidupan yang disuguhkan oleh Yang Maha Kuasa. Wallahua’lam Bissawab



Jl. Panji Anom 1 No 2 Kekalik Indah Mataram
31 Desember 2012







* Penulis merupakan Rektor UIN Mataram Periode Tahun 2020-2025





Tidak ada komentar: