Oleh: Prof. Dr. Darsono Yusin Sali, MA*
(Sekretaris Umum HMI Cabang Mataram)
Dalam
salah satu kesempatan berkunjung ke NTB beberapa waktu lalu (01/15/2013), Cak
Nun seperti pada lakon-lakon biasa bersama kiai kanjengnya memaparkan panjang
lebar berbagai problematika kebangsaan. Seperti ciri khasnya, penampilannya
selalu diirnigi oleh musik dan lagu-lagu bernuansa religius dibalut dengan nuansa
adat jawa yang menjadi ciri khasnya. Sesekali beliau berceloteh kepada hadirin
dengan menggunakan bahasa jawa. Tak luput pula bapak gubernur yang hadir dalam
kesempatan itu pula disapa dan diajak ngobrol dengan bahasa jawa. Sambil
nyerempet-nyerempet sedikit ala Cak Nun.
Maklum,
acara malam itu merupakan acara silaturahmi akbar warga NTB keturunan Jawa-Madura
bersama Bapak Gubernur. Jadi yang hadir lumayanlah, mulai dari warga Jawa dengan
beragam profesi terlihat di dalam ruangan. PNS, Penjual bakso dan mie ayam yang
sering terlihat mangkal di pinggir-pinggir jalan pun turut hadir bersama
memeriahkan acara silaturahmi tersebut. Tak luput pula penjual nasi goreng, es
dawet yang sering terlihat menjajakkan makanannnya juga turut hadir. Kalau
dikalkulasi, sekitar kurang lebih seribuan orang lebih hadir pada malam itu.
Termasuk saya dan beberapa rekan-rekan juga hadir. Niatannya sih pengen ketemu
langsung sama cak nun yang sudah sangat akrab di telinga kami dan menjadi
idola.
Dalam
sambutannya, gubernur seperti biasa mengajak semua pihak untuk terus ber”ikhtiar”
bersama-sama membangun NTB yang lebih baik (langsung disambut riuh oleh para
tamu undangan yang hadir). Selain itu, Majdi meminta agar masyarakat NTB
keturunan Jawa dan Madura menggangap daerah NTB sebagai daerah kelahirannya
sendiri. Jangan sampai dianggap hanya sebagai daerah singgahan. Hal itu harus
dibuktikan dengan terus meningkatkan kontribusinya dalam membangun NTB (Global
FM, 01/16/2013).
Selain
silaturahmi, acara tersebut juga dirangkaikan dengan pelantikan pengurus baru Warga
NTB Keturunan Jawa dan Madura. HM. Kasdiono selaku ketua mengaku bangga
dengan kemajuan-kemajuan yang ditoreh NTB, seperti pariwisata, kesehatan,
olahraga dan lainnya. Pembangunan NTB harus dilanjutkan dan ditingkatkan untuk
kesejahteraan masyarakat. Warga NTB keturunan Jawa dan Madura akan terus
mendukung program-program pemerintah provinsi (Pemprov) NTB dan tetap menjaga
kondusifitas daerah (Global FM, 01/16/2013).
Pada
kesempatan tersebut, Cak Nun sapaan akrab Emha Ainun Najib menjuluki NTB
sebagai Serambi Madinah di Indonesia. Kalau di Aceh ada serambi Mekah, maka NTB
serambi Madinahnya karena 90 persen warganya memeluk agama Islam dan mampu
mengamalkan ajarannya dengan baik (Suara NTB, 17/01/2013). Lebih lanjut beliau
memberikan nasihat kepada warga NTB Keturunan Jawa-Madura yang hadir malam itu
untuk selalu mencontoh apa yang diajarkan oleh baginda Nabi Saw ketika beliau
hidup di Madinah. Perantau itu ibarat Kaum Muhajirin dalam konteks sejarah Islam.
Dan warga yang menjadi tempat rantauan itu menjadi Kaum Ansar. Kedua suku
tersebut dalam catatan sejarah mampu hidup berdampingan secara rukun dan damai.
Madinah kala itu merupakan kota dengan tingkat pluralitas yang tinggi. Banyak
suku dan agama mendiami kota ini. mulai dari Suku Aus, Khazraj, bani Nadir, Umat
Nasrani, Yahudi serta Islam sendiri. Lewat kepemimpinan Nabi Saw keberagaman
etnis dan agama tersebut mampu dipertahankan secara harmonis oleh baginda Nabi
Saw lewat konsesnsus Piagam Madinah yang terkenal dan menjadi rujukan sampai
dengan hari ini.
Bukti
Toleransi Islam
Piagam
Madinah merupakan bukti tertulis sikap dan pandangan hidup Nabi Saw tentang pentingnya
toleransi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan merupakan cerminan dari
isi al-Qur’an secara totalitas. Piagam Madinah merupakan salah satu kebijakan Nabi
Saw ketika memimpin umat islam di Madinah dalam meredam berbagai konflik sektarian
yang saat itu terjadi di Madinah. Kemudian mepersaudarakan kaum Muhajirin sebagai
pendatang Mekah dan Ansar sebagai warga pribumi yang mendiami Madinah. Lengkapnya
Piagam Madinah mengatur tata cara bermasyarakat yang baik antar sesama maupun
orang lain. Berkehidupan dengan prinsip-prinsip kebebasan dan kesetaraan egaliter
Hal ini jelas membuktikan kebenaran konsep Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Belajar
dari Piagam Madinah
Muncul
pertanyaan, kalau Madinah bisa kenapa kita sekarang tidak? Jawaban yang paling
memungkinkan dari pertanyaan di atas ialah hal itu bisa terjadi jika
keseluruhan komponen bangsa ini mampu bekerja sama untuk mewujudkan persatuan
dan kesatuan untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Jika niatan baik itu
dilakukan dan hanya atas keinginan sebagian dari komponen tersebut, rasanya
mustahil akan tercapai harapan-harapan persatuan tersebut. Di negara kita ini,
peran-peran yang diambil oleh setiap komponen tersebut tidak sepenuhnya mampu
dimainkan dengan baik. Sebagai contoh kehadiran Forum Kerukunan Antar Umat
Beragama (FKUB) sebagai fasilitator antar umat beragama juga tidak mampu
menjalankan fungsinya dengan baik. Hal ini terlihat karena apa yang selama ini dilaksanakan masih berkutat
pada tataran elit semata. Sehingga tidak salah jika salah seorang tokoh
menyebut FKUB itu sebgai forum antar elit beragama bukan umat beragama.
Langkah-langkah
strategis yang lebih menyentuh grass rrot sangat perlu dilakukan oleh
segenap komponen bangsa. Adanya partisipasi aktif masyarakat dalam hal ini
ialah kunci keberhasilan dari progam yang dirancang. Dari sektor pendidikan
juga harus lebih aktif memainkan perannya sebagai lembaga pencerdasan bangsa. Lewat
pengembangan kurikulum multikulturalisme diharpakan mampu menciptakan
kondusifitas umat beragama dan menghindari kisruh sektarian yang banyak terjadi
ahkir-ahkir ini. semoga tercapai. Wallua’lam bissawab
* Penulis merupakan Rektor UIN Mataram periode
2020-2025
20/01/2013
BIODATA
PENULIS
Nama : Darsono Yusin Sali
Alamat : jl. Panji Anom 1 no 2 kekalik
indah
Pekerjaan : sekretaris umum HMI Cabang Mataram
Tidak ada komentar:
Posting Komentar