Oleh:
Darsono Yusin Sali
(Sekretaris
Umum HMI Cabang Mataram periode 2011-2012)
Tidak terasa,
waktu terus berjalan meniti jalan panjang kehidupan umat manusia. Memasuki
tahun 2013 ini, berbagai pendapat mengemuka di publik. Ada yang menafsirkan
tahun ini sesuai dengan kebutuhan si penafsir sendiri sesuai dengan
historisitasnya. Bagi seorang politisi, tentu tahun ini merupakan tahun politik
bagi mereka untuk meraup dukungan suara masyarakat. Dengan berbagai cara dan
strategi “menjual” dan “mengobral” visi misinya, tentu dengan satu niatan untuk
menarik hati masyarakat.
Fenomena ini
sangat menarik untuk dicermati mengingat momentumnya yang hanya terjadi lima
tahun sekali. Tema ini selalu menggelitik setiap orang dan tentu tidak akan
menemui ujungnya selama demokrasi masih dijalankan. Sebagaimana khalayak umum
ketahui, tahun ini akan berlangsung pesta demokrasi di NTB yaitu Pilkada yang
akan memilih calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur untuk masa bakti lima
tahun ke depan (periode 2013-2018).
Berbagai
komentar publik bermunculan mengukur segala sisi pasangan Cagub dan Cawagub yang
sudah mendaftar beberapa waktu lalu. Kelima pasangan itu antara lain: paket
TGB-Amin, Zul-Ichsan, Harum, paket SJP-Johan dan pasangan Laris dari jalur
independen. Kelebihan dan kekurangan para kandidat menjadi semacam amunisi
untuk saling menyerang sekaligus menembak konstituennya. Maka tak pelak lagi,
fenomena saling “intip” kekuatan lawan politik lewat survey-survey yang
dimiliki oleh para kandidat menjadi sebuah trend untuk mengukur sejauhmana elektabilitas
dan kekuatan politik lawan serta strategi apa yang akan digunakan nantinya.
Meski masa
kampanye masih lama, perang baliho tidak terelakkan terpampang secara
gantelemen diberbagai ruas dan sudut jalan. Tidak mau tahu apakah itu tempat
yang harusnya steril dari akses-akses politik, tidak sedikit para kandidat yang
memasang baliho di depan sekolah dan kampus yang notabenenya merupakan ruang
yang harus bebas dari nuansa politik dalam bentuk apapun. Karena generasi muda
seperti mereka (siswa, mahasiswa) harus tetap menjaga netralitas, independensi
dan idealismenya. Tidak hanya perang lewat baliho, perang lewat media masa juga
menjadi trend yang menarik untuk dilihat. Dibeberapa media cetak, para kandidat
sudah mulai berkampanye. Dengan berbagai motif, mereka masuk untuk
memperkenalkan visi misinya ke tengah masyarakat. Selain berkampanye lewat
media cetak, media elektronik juga menjadi pilihan. Lewat dunia maya semisal
FB, Twitter, BBM, dan lain sebagainya. Tentu jika berkaca dari proses suksesi
kepemimpinan diberbagai negara semisal Amerika, kampanye lewat media menjadi
pilihan utama untuk mengalang dukungan dan massa. Dan itu terbukti efektif
dalam kemenangan presiden Obama yang lebih sering menyapa masyarakatnya lewat
dunia maya. Tidak hanya pada konteks suksesi, efektifitas berkampanye lewat dunia
maya juga terbukti pada sukses beberapa negara timur tengah dalam mendobrak
stagnasi pemerintah mendorong terjadinya iklim demokrasi yang sehat. Revolusi
di negara Fir’aun Mesir misalnya, jatuhnya rezim Muammar Qadafi dan gejolak
Suriah serta beberapa negara lainnya yang juga terbilang sukses menggalang
dukungan lewat dunia maya. Sehingga “perang cyber” diramalkan untuk beberapa
bulan menjelang Pilkada ini akan dirmaikan oleh berbagai forum diskusi tentunya
dalam rangka “menjual” ide dan gagasan para kandidat yang bertarung. Apalagi
data yang dirilis oleh tentang pengguna FB di indonesia pada tahun 2012 sebesar
50 juta. Ini bisa jadi salah satu lahan subur untuk merebut hati para pemilih.
Jika di satu
sisi fenomena yang melanda para kandidat itu sendiri kini terus bergulir, hal
serupa juga hampir-hampir terjadi ditataran akar rumput grass root
sebagai konstituen pada pilkada nantinya. Tidak kalah ramainya dengan diskusi
di dunia cyber, mereka juga menggelar hal-hal semacam itu meski tidak
dalam konteksnya yang formal. Berbagai macam perkumpulan-perkumpulan dibuat,
kelompok paguyuban ramai-ramai dideklarasikan. Tentu iklim seperti ini tidak
salah. Karena selain dijadikan sebagai media menggalang dukungan, tentu ini
positif bagi mereka yang masuk dalam perkumpulan-perkumpulan tadi itu untuk
bertukar ide dan gagasan yang tentunya akan berdampak pada tingkat kritis
masyarakat kita di satu sisi. Namun yang penulis khawatirkan ialah jangan
sampai kesadaran untuk bertukar wacana baik di dunia cyber maupun di
perkumpulan-perkumpulan yang dibentuk tadi hanya ramai ketika momentum
menjelang Pilkada ini berlangsung, selesai dari itu lenyap ditinggal para
penghuninya. Jean Budrillard salah satu tokoh post modernisme menyebut fenomena
itu sebagai “simulukrum”. Sebuah
fenomena di mana kesadaran kolektif terbangun di tengah-tengah
masyarakat meski itu hanya semu belaka atau bisa jadi palsu dalam konteks Marx.
Prototype
Pemimpin Dambaan Rakyat
Jika anda
bertanya kepada masyarakat akan harapannya kepada sosok seorang pemimpin, maka
bisa jadi salah satu jawaban mereka ialah mereka memimpikan sosok pemimpin yang
merakyat. Merakyat tidak hanya dalam konteks merancang program-program
pembangunan yang pro rakyat dan pro poor semata, namun juga merakyat
dalam bersikap dan bertindak. Memiliki sikap kepedulian yang tinggi terhadap
rakyat, berempati, memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap kebutuhan
rakyatnya. Mereka mendambakan sosok pemimpin yang selalu datang ‘blusukan’
menyambangi ketika mereka kesulitan. Prototype pemimpin seperti itulah yang
kini diharapkan oleh masyarakat. Namun apa jadinya jika hal tersebut terjadi
hanya pada saat momentum berkampanye dengan datang ‘blusukan’ ke pasar-pasar
tradisional dengan berjalan kaki, sarapan di warung pinggir jalan dan aksi-aksi
‘blusukan’ lainnya. Pasca itu, aksi serupa pun selesai. Inilah yang membuat
masyarakat kita barangkali alergi dengan pemimpin-pemimpin kita hari ini.
Mendamba sosok
pemimpin seperti itu memang tidak mudah, butuh waktu lama untuk belajar menjadi
tokoh-tokoh sekaliber Umar Bin Khattab yang hampir setiap malam bergerilya
‘blusukan’ mendengar rintihan rakyatnya yang kekurangan. Hingga pada suatu
malam menemukan salah seorang ibu yang sedang memasak kendi yang berisi air dan
batu. Itu dilakukan untuk meredam tangis anaknya yang kelaparan karena belum
makan. Menemukan ada rakyatnya yang kelaparan seperti itu, sang khalifah pun
tidak segan-segan memanggul gandum sendiri dan diberikan langsung kepada ibu
tersebut. Betapa bahagia sang ibu menerimanya dari seorang yang tidak tahu
bahwa orang tersebut ialah khalifah Umar yang selama ini dibencinya karena
tidak memperhatikan rakyatnya. Ketika pada suatu hari mengetahui bahwa ternyata
yang memberikan gandum pada malam itu ialah khalifah Umar, sang ibu langsung
meminta maaf dan mengelu-elukan sang khalifah.
Belajar dari
Umar memang tidak mudah, konteks politik masa itu tidak terlalu kompleks
seperti saat sekarang ini. Dulu tidak mengenal adanya partai politik sebagai
instrumen tegaknya demokrasi meskipun prinsip-prinsip syura demokrasi
telah lebih dulu dicontohkan oleh rasulullah dan para sahabatnya. Jadi pemimpin
pada masa itu menjadi lebih fokus memberikan perhatiannya kepada rakyatnya.
Dibandingkan
sekarang, bangsa kita menganut sistem multi partai yang membuat para pemimpin
kita menjadi tidak fokus mengurus rakyatnya. Hal itu disebabkan oleh adanya
tarik ulur antara kepentingan rakyat dengan kepentingan partai. Wacana tidak
boleh rangkap jabatan bagi para pejabat yang pernah digulirkan dulu patut
mendapat perhatian kembali supaya para pemimpin dan pejabat kita lebih fokus
dengan tugas-tugas mereka. Ke depan, kita tentu tidak ingin mendengar adalagi cerita
pemimpin yang lebih sibuk mengurus partainya daripada rakyatnya. Semoga
bermanfaat. Wallhua’lam bissawab
Kekalik,
21-02-2013
BIODATA PENULIS
Nama : Darsono
Yusin Sali
Alamat : jl. Panji
Anom 1 no 2 kekalik indah
Pekerjaan : Sekretaris
Umum HMI Cabang Mataram
Blog :
yusinpieroo.blogspot.com
Perihal : Pengiriman Tulisan Mataram, 20 Pebruari
2013
Lampiran : -
Kepada
Yth. Bapak Pimpinan Redaksi Harian Lombok Post
Di-
Jalan TGH Faisal 33 Turida-Cakranegara
Dengan hormat
Saya yang bertanda
tangan di bawah ini:
Nama : Darsono
Yusin Sali
TTL : Darek,
27 Agustus 1989
Alamat : Jl. Panji
Anom 1 No 2 Kekalik Indah Mataram
Pekerjaan : Sekretaris
Umum HMI Cabang Mataram
No hp : 081 805
720 322
Email : yusinpiero@gmail.com
Memohon kedapa Bapak
untuk dapat menerbitkan tulisan saya yang berjudul “Fenomena “simulukrum”
menjelang Pilkada” pada koran Harian Lombok Post yang Bapak pimpin.
Demikian saya sampaikan
dengan harapan Bapak dapat
mengabulkannya. Atas perhatian Bapak terlebih dahulu saya ucapkan terima kasih.
Wassalam
Penulis
Darsono
Yusin Sali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar