KANGGOK'M TADAHN ?

Jumat, 22 Februari 2013

YBCI GELAR SEMINAR LINGKUNGAN HIDUP





Semakin pesatnya pembangunan yang sedang berlangsung akan berdampak pada perubahan iklim. Setidaknya hal itulah yang kini dirasakan oleh masyarakt NTB dan dunia secara umumnya. Cuaca yang tidak menentu menyebabkan musim tanam padi juga ikut berubah sehingga berpengaruh terhadap persediaan bahan pangan. Selain itu, perubahan cuaca juga berakibat buruk pada kualitas udara yang kita hirup sehari-hari.

Polusi udara yang tidak bisa dihindari akibat pembuangan gas emisi dampak dari pembangunan yang tidak memperhatikan aspek kesehatan lingkungan serta semakin banyaknya pengguna kendaraan bermotor akibat semakin mudahnya orang mendapatkan kredit motor, serta semakin banyaknya pendatang di Mataram membuat YBCI Mataram beberapa waktu lalu menggelar seminar sehari dengan tajuk Mahasiswa Sadar Lingkungan “Si Darling”.  Seminar yang bertempat di Narmada Convention Hall (NCH) itu menghadirkan tiga narasumber yaitu Ir. Surya Hadi, M.Sc,,P.hd (akademisi Unram), Hamdan Kasim (Staf Ahli Komisi VII DPR RI), Arba’in, Kepala PPE Bali-Nusra.

Dalam paparannya, Hamdan Kasim menyampaikan syarat sebuah kota berdasarkan UU No 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, kota harus memiliki Ruang Terbuka Hijau (RTH) karena dengan semakin maraknya pembangunan yang berlangsung akan membuat lahan semakin menyempit. Oleh karena itu sosialisasi UU No 32 tahun 2009 harus menjadi konsumsi publik. Sementara itu, Arba’in, Kepala PPE Bali-Nusra menjelaskan dampak dari Gas Rumah Kaca (GRK) akibat laju pembangunan diantaranya: naiknya permukaan laut, naiknya suhu air laut akibatnya hasil perikanan turun, naiknya suhu udara akibatnya penyakit meningkat, peningkatan curah hujan akibatnya banjir dan longsor meningkat, perubahan musim tanam, peningkatan curah hujan akibatnya banjir dan longsor meningkat, perubahan musim tanam.

Selain itu Ir. Surya Hadi, M.Sc,,P.hd menjelaskan negara-negara industri  memberi dampak luar biasa dari efek  GRK ini. Seperti Amerika yang memberi sumbangan 20% untuk rumah kaca. Kalau kita melihat fenomena efek rumah kaca maka akan jadi kesalahan global. Saya kira itu ialah kiamat global, kiamat besar. Jadi ini dapat dipastikan dari fenomena yang ada  maka tahun 2020 Ampenan sudah sepenuhnya berubah jadi pantai.

Perlunya sebuah kota menyediakan lahan terbuka hijau menjadi salah satu cara untuk mengurangi dampak GRK tersebut, sehingga ke depan dihasilkan generasi-generasi yang sehat dan terciptanya lingkungan tanpa polusi. Setidaknya hal itulah yang diharapkan dan menjadi pekerjaan rumah bersama. (dys)




Tidak ada komentar: