Semakin pesatnya pembangunan yang sedang
berlangsung akan berdampak pada perubahan iklim. Setidaknya hal itulah yang
kini dirasakan oleh masyarakt NTB dan dunia secara umumnya. Cuaca yang tidak
menentu menyebabkan musim tanam padi juga ikut berubah sehingga berpengaruh terhadap
persediaan bahan pangan. Selain itu, perubahan cuaca juga berakibat buruk pada kualitas
udara yang kita hirup sehari-hari.
Polusi udara yang tidak bisa dihindari
akibat pembuangan gas emisi dampak dari pembangunan yang tidak memperhatikan
aspek kesehatan lingkungan serta semakin banyaknya pengguna kendaraan bermotor
akibat semakin mudahnya orang mendapatkan kredit motor, serta semakin banyaknya
pendatang di Mataram membuat YBCI Mataram beberapa waktu lalu menggelar seminar
sehari dengan tajuk Mahasiswa Sadar Lingkungan “Si Darling”. Seminar yang bertempat di Narmada Convention
Hall (NCH) itu menghadirkan tiga narasumber yaitu Ir. Surya Hadi, M.Sc,,P.hd
(akademisi Unram), Hamdan Kasim (Staf Ahli Komisi VII DPR RI), Arba’in, Kepala
PPE Bali-Nusra.
Dalam paparannya, Hamdan Kasim menyampaikan
syarat sebuah kota berdasarkan UU No 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, kota harus memiliki Ruang Terbuka
Hijau (RTH) karena dengan semakin maraknya pembangunan yang berlangsung akan
membuat lahan semakin menyempit. Oleh karena itu sosialisasi UU No 32 tahun
2009 harus menjadi konsumsi publik. Sementara itu, Arba’in, Kepala PPE
Bali-Nusra menjelaskan dampak dari Gas Rumah Kaca (GRK) akibat laju pembangunan
diantaranya: naiknya permukaan laut, naiknya suhu air laut akibatnya hasil
perikanan turun, naiknya suhu udara akibatnya penyakit meningkat, peningkatan
curah hujan akibatnya banjir dan longsor meningkat, perubahan musim tanam,
peningkatan curah hujan akibatnya banjir dan longsor meningkat, perubahan musim
tanam.
Selain itu Ir. Surya Hadi, M.Sc,,P.hd menjelaskan
negara-negara industri memberi dampak
luar biasa dari efek GRK ini. Seperti
Amerika yang memberi sumbangan 20% untuk rumah kaca. Kalau kita melihat
fenomena efek rumah kaca maka akan jadi kesalahan global. Saya kira itu ialah
kiamat global, kiamat besar. Jadi ini dapat dipastikan dari fenomena yang
ada maka tahun 2020 Ampenan sudah
sepenuhnya berubah jadi pantai.
Perlunya sebuah kota menyediakan lahan
terbuka hijau menjadi salah satu cara untuk mengurangi dampak GRK tersebut,
sehingga ke depan dihasilkan generasi-generasi yang sehat dan terciptanya
lingkungan tanpa polusi. Setidaknya hal itulah yang diharapkan dan menjadi
pekerjaan rumah bersama. (dys)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar