Adalah Papuq Adi, seorang penjual
soto yang kini masih bertahan diusia senjanya. Susah manis sebagai seorang
penjual soto pernah dirasakan oleh Papuq Adi. Namun baginya, kehidupan resepnya
memang sudah seperti itu. Kadang mengalami senang, dan mengalami kondisi di
mana sangat susah, tuturnya. Yang terpenting ialah harus istiqamah dan tetap
tekun beribadah kepada Allah Swt.
Papuq Adi oleh masyarakat sekitar
desa Batu Yang, Kecamatan Pringgabaya Lombok Timur, selain dikenal sangat baik, jujur, pemurah,
tidak pernah mengeluh dengan apa yang ada, rajin ke masjid, tidak pernah
berburuk sangka pada orang lain, juga dikenal sebagai seorang penjual soto
sejak bertahun-tahun silam. Sehingga kadang, penggilan sebagai papuk penjual
soto sudah melekat dan akrab di telinga masyarakat desa Batu Yang, terutama
bagi siswa-siswa sekolah dasar (SDN) 2 Batu Yang. Karena hampir setiap hari Papuq
Adi berjualan soto di sekitar sekolah. Meskipun berjualan di dekat sekolah,
namun pembeli sotonya tidak hanya berasal dari siswa-siswi sekolah dasar dan
anak-anak, namun juga oleh orang dewasa dan para orang tua. Rasanya yang khas
membuat banyak pembeli memilih untuk berlangganan membeli soto milik Papuq Adi.
Tidak hanya soal rasa, harganya yang murah dibandingkan dengan penjual soto
lainnya juga membuat soto Papuq Adi laris manis. “kalau dulu-dulu harga soto
untuk satu mangkuk ukuran anak-anak dijualnya dengan harga 200-300 rupiah, yang
tertinggi sampai 500 rupiah. Namun sekarang, satu mangkuk sotonya dijual
seharga 1000 rupiah”.
Bagi Papuq Adi, berjualan soto
tidak semata-mata urusan bisnis yang secara praktis dapat menghasilkan untung
berupa materi, namun yang terpenting baginya ialah dirinya bisa membantu antar
sesama, jadi “untungnya tidak terlalu banyak yang penting bisa saling bantu”.
Kuliahkan Anak, dicibir Masyarakat
Papuq adi mempunyai tiga orang
anak, anak pertamanya sudah meninggal, dan dua kini sudah berkeluarga.
Keputusannya untuk mengkuliahkan dua anak perempuannya yaitu Hariati dan Sriwati
dulu mendapat cibiran dari masyarakat sekitar. Karena selain anak-anaknya yang
perempuan, juga pekerjaan Papuq Adi yang hanya seorang penjual soto dan makanan
anak-anak di sekolah, terlebih suami Papuq Adi yang juga penghasilannya tidak
seberapa sebagai penambang pasir. Namun cibiran itu tidak ditanggapi oleh Papuq
Adi, karena baginya pendidikan ialah jalan satu-satunya untuk merubah hidup.
Sedikit demi sedikit, uang hasil
berjualan ditabung untuk membiayai dua anaknya yang kuliah, cibiran masyarakat
pun dijawabnya dengan semakin istiqamah dan sabar seraya berdo’a. Alhasil sampai
akhirnya, kini dua anak perempuannya yang
dulu diragukan bisa selesai kuliah oleh masyarakat sekitar sudah wisuda.
Anak-anaknya kini sudah menyandang gelar sarjana dari hasil keiringat berjualan
soto. Hariati kini menyandang gelar sarjana Pendidikan Matematika di IKIP,
begitu juga Sriwati menyandang gelar sarjana Pendidikan Biologi di kampus yang
sama.
Segala usaha dan kerja keras
Papuq Adi kini terbayar sudah, meskipun demikian, Papuq Adi mengaku tidak akan
berhenti berjualan soto, karena baginya, berjualan soto telah membawa berkah
tersendiri bagi keluarganya. (dys)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar