KANGGOK'M TADAHN ?

Jumat, 27 September 2013

Pembangunan PLTD Tanjung Karang dinilai Langgar Perda Tata Kota


Setelah pada Sabtu pagi (21/9)  tidak berhasil menemui anggota Komisi III DPRD Kota Mataram, perwakilan warga Tanjung Karang kembali mendatangi kantor DPRD Kota Mataram meminta komisi III DPRD Kota Mataram untuk segera menyikapi permasalahan terkait dengan penolakan warga sekitar atas pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di kelurahan Tanjung Karang. Meskipun menunggu cukup lama, mereka akhirnya ditemui beberapa perwakilan anggota komisi III.
Dalam keluhannya, salah seorang warga perwakilan Forum Peduli Rakyat NTB Samsul Bahri meminta komisi III untuk bertindak cepat supaya pembangunan PLTD yang kini ditolak oleh warga tidak berbuntut panjang. Sebelumnya Samsul Bahri menceritakan kronologi pembangunan PLTD yang dinilainya illegal itu. Berawal dari pengajuan surat oleh seorang investor asal Aceh yang bernama Sayyed Khaeruzzaman kepada kepala Dinas Tata Kota (Distako) Mataram mengenai surat Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Saat itu, IMB yang diajukan oleh investor tersebut yaitu ijin untuk lokasi gudang pembangkit dan telah mendapatkan persetujuan oleh walikota dengan keluarnya surat keputusan walikota tertanggal 21 Januari 2013 dengan nomor II/KPTS/ILOK/SKB/I/2013. Setelah itu, ijin tersebut tiba-tiba saja berubah dengan terbitnya surat walikota tanggal 28 Agustus 2013 dengan nomor 361/KPTS/IMB/SKB/VIII/2013 tentang ijin bangunan sebagai gudang pembangkit listrik. Dan sekarang ini sebagai lokasi tempat pembangunan PLTD. “Ini yang membuat masyarakat terheran-heran” cetusnya.
Padahal menurutnya, walikota tidak akan berani menyetujui pemberian ijin bangunan tersebut jika tidak ataupun belum mendapatkan persetujuan dari masyarakat sekitar. Pertanyaannya sekarang ialah masyarakat kita tidak pernah menandatangani surat pernyataan tidak keberatan atas pembangunan tersebut. Lantas siapa siluman yang menandatanginya? Satu pun warga tidak ada yang pernah menyetujui pembangunan itu karena mereka tahu dampak panjang yang akan ditimbulkan jika pembangunan tersebut terus dilanjutkan. Dirinya menilai konsistensi pemerintah dalam menjalankan undang-undang dan peraturan yang dibuatnya tidak ada. Padahal sesuai dengan perda kota Mataram nomor 12 tahun 2011 tentang RT/RW Kota Mataram tahun 2011-2031 lokasi termohon termasuk kawasan ruang terbuka hijau sebagaimana dalam yang terdapat dalam pasal 8 bahwa wilayah Tanjung Tanjung, Tanjung Karang Permai, Ampenan Selatan dan Jempong Baru ialah kawasan pariwisata. Tetapi kok dijadikan sebagai tempat industri seperti ini. Samsul Bahri menduga ada permainan yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu terkait dengan perijinan ini. wajar kemudian masyarakat menjadi marah.
Sementara itu, sekretaris Komisi III HM. Zahiran Yahya yang menemui warga mengaku akan menindaklanjuti masalah yang dilaporkan warga ini. Menurutnya, setelah mendengar apa yang disampaikan oleh perwakilan warga Tanjung Karang, penerbitan ijin membangun bangunan (IMB) tersebut terdapat keganjilan. Keganjilannya ialah tidak dilibatkannya warga sekitar dalam memberikan persetujuan pembangunan. Padahal prosedurnya sebelum ijin tersebut terbit, harus terlebih dahulu ada surat pernyataan tidak keberatan dari warga sekitar pembangunan. Namun ini kan akunya warga belum pernah tandatangan. Selain itu, jelas pembangunan ini melanggar perda tata ruang kota Mataram yang seharusnya kawasan tersebut diperuntukkan sebagai tempat pariwisata bukan untuk industri. Oleh karena itu, pihaknya akan segera memanggil kepala dinas Tata Kota (Distako) Mataram guna meminta klarifikasi terkait dengan persoalan ini. “kita akan minta penjelasan kepala dinas Tata Kota, apa alasannya memberikan ijin ini supaya masyarakat bisa tahu semua”, akunya.
Dikatakannya pula bahwa jika nanti ditemukan pelanggaran terhadap ijin pembangunan oleh investor ini, tentu pembangunan PLTD ini tidak boleh berlanjut lagi dan harus diperuntukkan sebagai tempat untuk kawasan pariwisata sesuai peruntukkannya. Kita harus melihat legalitas formalnya, jika masyarakat tidak menginginkan adanya pembangunan, ya gak boleh. Tetapi jika masyarakat nantinya memberikan ijin silahkan dilanjutkan”.
Sementara itu, anggota komisi III dari Partai Persatuan Pembngunan (PPP) H. Wildan, SH, mengaku pihaknya akan segera menjadwalkan pertemuan untuk memediasi antara perwakilan warga baik RT/RW, lurah, camat, dan pihak dinas tata kota. Hal itu agar permasalahan ini dapat menemukan titik temu yang akan menjadi solusi kedua belah pihak. (dys)



Tidak ada komentar: