Setelah pada Sabtu pagi (21/9) tidak berhasil menemui anggota Komisi III DPRD
Kota Mataram, perwakilan warga Tanjung Karang kembali mendatangi kantor DPRD
Kota Mataram meminta komisi III DPRD Kota Mataram untuk segera menyikapi
permasalahan terkait dengan penolakan warga sekitar atas pembangunan Pembangkit
Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di kelurahan Tanjung Karang. Meskipun menunggu
cukup lama, mereka akhirnya ditemui beberapa perwakilan anggota komisi III.
Dalam keluhannya, salah seorang
warga perwakilan Forum Peduli Rakyat NTB Samsul Bahri meminta komisi III untuk
bertindak cepat supaya pembangunan PLTD yang kini ditolak oleh warga tidak
berbuntut panjang. Sebelumnya Samsul Bahri menceritakan kronologi pembangunan
PLTD yang dinilainya illegal itu. Berawal dari pengajuan surat oleh seorang
investor asal Aceh yang bernama Sayyed Khaeruzzaman kepada kepala Dinas Tata
Kota (Distako) Mataram mengenai surat Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Saat itu,
IMB yang diajukan oleh investor tersebut yaitu ijin untuk lokasi gudang
pembangkit dan telah mendapatkan persetujuan oleh walikota dengan keluarnya
surat keputusan walikota tertanggal 21 Januari 2013 dengan nomor
II/KPTS/ILOK/SKB/I/2013. Setelah itu, ijin tersebut tiba-tiba saja berubah
dengan terbitnya surat walikota tanggal 28 Agustus 2013 dengan nomor
361/KPTS/IMB/SKB/VIII/2013 tentang ijin bangunan sebagai gudang pembangkit
listrik. Dan sekarang ini sebagai lokasi tempat pembangunan PLTD. “Ini yang
membuat masyarakat terheran-heran” cetusnya.
Padahal menurutnya, walikota
tidak akan berani menyetujui pemberian ijin bangunan tersebut jika tidak
ataupun belum mendapatkan persetujuan dari masyarakat sekitar. Pertanyaannya
sekarang ialah masyarakat kita tidak pernah menandatangani surat pernyataan
tidak keberatan atas pembangunan tersebut. Lantas siapa siluman yang
menandatanginya? Satu pun warga tidak ada yang pernah menyetujui pembangunan
itu karena mereka tahu dampak panjang yang akan ditimbulkan jika pembangunan
tersebut terus dilanjutkan. Dirinya menilai konsistensi pemerintah dalam
menjalankan undang-undang dan peraturan yang dibuatnya tidak ada. Padahal
sesuai dengan perda kota Mataram nomor 12 tahun 2011 tentang RT/RW Kota Mataram
tahun 2011-2031 lokasi termohon termasuk kawasan ruang terbuka hijau
sebagaimana dalam yang terdapat dalam pasal 8 bahwa wilayah Tanjung Tanjung,
Tanjung Karang Permai, Ampenan Selatan dan Jempong Baru ialah kawasan
pariwisata. Tetapi kok dijadikan sebagai tempat industri seperti ini. Samsul
Bahri menduga ada permainan yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu terkait
dengan perijinan ini. wajar kemudian masyarakat menjadi marah.
Sementara itu, sekretaris Komisi
III HM. Zahiran Yahya yang menemui warga mengaku akan menindaklanjuti masalah
yang dilaporkan warga ini. Menurutnya, setelah mendengar apa yang disampaikan
oleh perwakilan warga Tanjung Karang, penerbitan ijin membangun bangunan (IMB)
tersebut terdapat keganjilan. Keganjilannya ialah tidak dilibatkannya warga sekitar
dalam memberikan persetujuan pembangunan. Padahal prosedurnya sebelum ijin
tersebut terbit, harus terlebih dahulu ada surat pernyataan tidak keberatan
dari warga sekitar pembangunan. Namun ini kan akunya warga belum pernah
tandatangan. Selain itu, jelas pembangunan ini melanggar perda tata ruang kota
Mataram yang seharusnya kawasan tersebut diperuntukkan sebagai tempat
pariwisata bukan untuk industri. Oleh karena itu, pihaknya akan segera
memanggil kepala dinas Tata Kota (Distako) Mataram guna meminta klarifikasi
terkait dengan persoalan ini. “kita akan minta penjelasan kepala dinas Tata
Kota, apa alasannya memberikan ijin ini supaya masyarakat bisa tahu semua”,
akunya.
Dikatakannya pula bahwa jika
nanti ditemukan pelanggaran terhadap ijin pembangunan oleh investor ini, tentu
pembangunan PLTD ini tidak boleh berlanjut lagi dan harus diperuntukkan sebagai
tempat untuk kawasan pariwisata sesuai peruntukkannya. Kita harus melihat
legalitas formalnya, jika masyarakat tidak menginginkan adanya pembangunan, ya
gak boleh. Tetapi jika masyarakat nantinya memberikan ijin silahkan
dilanjutkan”.
Sementara itu, anggota komisi III
dari Partai Persatuan Pembngunan (PPP) H. Wildan, SH, mengaku pihaknya akan
segera menjadwalkan pertemuan untuk memediasi antara perwakilan warga baik
RT/RW, lurah, camat, dan pihak dinas tata kota. Hal itu agar permasalahan ini
dapat menemukan titik temu yang akan menjadi solusi kedua belah pihak. (dys)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar