Mataram
(Suara NTB)
Tertutupnya kran izin
pembangunan hotel baru ketiga investor J.W. Marriot hotel, International Chain hotel,
dan Accord hotel oleh pemda KLU ditanggapi pengamat ekonomi Dr. Iwan Harsono,
SE., M.Ec ditemui suara NTB di
ruangannya rabu (21/8) kemarin. Menurutnya, saat ini NTB sudah mempunyai perda
RT/RW tentang tata ruang. Jadi semua
pihak diharapkan untuk melihat dan taat terhadap perda tersebut. Meskipun
menurutnya , pariwisata itu membutuhkan kenyamanan privasi bagi pengunjung, tetapi yang tidak kalah
penting menurutnya ialah memperhatikan lingkungan sekitar sebagai persyarat
utama dan harus menjadi prioritas pemerintah dan investor. Bisa jadi,
pemerintah KLU sekarang ini melihat Gili Trawangan over capacity sehingga pembangunan harus dialihkan ke tempat yang lain
di seputaran KLU.
Memang secara normatif
ungkapnya, di mana pun (di daerah ini, red)
kita butuh investor terutama NTB. Karena investasi merupakan prasayarat utama
untuk membangun ekonomi, Dalam ekonomi, tidak ada pertumbuhan tanpa adanya
investasi, bahkan fakta bahwa pemerintah kita butuh investasi itu karena
pencapaian pertumbuhan ekonomi kita dibawah rata-rata nasional dan di bawah
yang kita rencanakan.
Terlebih pada saat
sekarang ini, pertumbuhan ekonomi NTB seiring berjalan waktu mengalami kenaikan
sejalan dengan beroperasinya BIL tahun 2011silam, dan pada tahun itu pula
menjadi titik balik peningkatan pariwisata pasca mengalami krisis. Maka para
investor banyak yang akan datang ke sini, namun mereka juga harus memperhatikan
lingkungan sekitar supaya tidak terjadi kerusakan lingkungan dan rakyat bisa
merasakan dampaknya secara ekonomis, tuturnya.
Senada dengan Iwan
Harsono, akademisi sekaligus pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Mataram,
Dra. Ida Ayu Putri Suprapti, MA, menyampaikan bahwa jika salah satu destinasi pariwisata
itu sudah over capacity, maka hal itulah
yang akan mempengaruhi kerusakan lingkungan, dampak terhadap kerusakan
tersebut, berimbas pada lamanya tercapai target
kesejahteraan masyarakat. “Jadi perlu memang daerah-daerah (tempat-tempat,
red) lain yg mensupport pembangunan itu,
sehingga kesejahteraan masyarakat lebih baik lagi”.
Lebih lanjut Ida
mengatakan, kalau destinasi pariwisata sudah tidak lagi terpenuhi maka akan merusak
segala-galanya, baik lingkungan maupun masyarakat sekitar. Meskipun pada
dasarnya, setiap orang pasti senang jika ada investor yang berinvestasi di
daerahnya. Tetapi yang perlu dilihat ialah paradigma pembangunannya. “Kalau investor
kan pasti melihat keuntungan semata tapi
dampak panjangnya kan nggak pernah dipikirkan, ke depan dapat merusak
lingkungan atau nggak”. Jika itu merusak, bisa dibayangkan biaya berobat
masyarakat bisa lebih besar lagi dari dampak ekonomis pariwisata tersebut, jadi
kan gak sejahtera namanya. Untuk apa itu kan? Tuturnya.
Ida berharap ke depan pemerintah
harus memikirkan pola pembangunan yang berkelanjutan, karena tidak menutup
kemungkinan orang semakin banyak yang datang kesini. Dirinya juga meminta sikap
tegas pemerintah dan jangan tunduk terhadap kemauan investor, “kita harus
berani mengatakan tidak”, ungkapnya. (dys)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar