Rendahnya sosialisasi yang
dilakukan oleh pemerintah terhadap berbagai bentuk perda yang telah ditetapkan,
menjadi keperihatinan semua pihak. Salah satunya ialah perda No 7 Tahun 2011
tentang perlindungan dan peningkatan kesehatan ibu bayi, dan anak balita, yang
merupakan tindak lanjut dari amanat 3 buah peraturan Gubernur, mengenai Pelayanan
Kesehatan Reproduksi, Air Susu ibu (ASI) Eksklusif dan pemberian Sistem Informasi
Kesehatan Daerah (SIKDA). Padahal, keberadaan perda ini sebagai salah satu
jalan (syarat) untuk mensukseskan program penurunan angka kematian ibu menuju
nol (Akino) di NTB. Sebagaimana yang terkuak dalam sosialisasi perda No 7 tahun
2011 yang digelar pagi kemarin (29/8) oleh Transform Mataram.
Ketua pelaksana Transform, Ahmad
Zuhairi, SH., MH, mengungkapkan jika dilihat dilapangan, masih banyak
masyarakat miskin terutama yang sangat membutuhkan pertolongan medis seperti ibu hamil, anak kekurangan gizi yang
tidak mendapatkan pertolong medis. Hal itu disebabkan karena tidak mempunyai
biaya serta tidak mendapatkan jamkesmas dari pemerintah. Selain itu juga
mekanisme dan syarat mengurus masyarakat banyak yang belum paham, sehingga
pernah terjadi seorang anak dari Lombok Barat
yang mengalami kanker otak. Karena tidak paham mengenai mekanisme
rujukan ini, sehingga tiba-tiba setelah ke rumah sakit dikembalikan lagi ke
puskesmas.
Jika dilihat dari segi waktu penetapan,
perda ini ditetapkan pada pertengahan bulan Mei tahun 2011 silam. Namun anehnya,
karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah, membuat banyak
masyarakat tidak mengetahui adanya perda yang mengatur tentang perlindungan dan
peningkatan kesehatan ibu bayi, anak dan balita ini. Meski sebelumnya telah
dilakukan penanda tanganan Memorandum of
Understanding antara Gubernur NTB dengan Bupati/Walikota se NTB tentang
Sistem Koordinasi dalam Upaya Perlindungan dan Peningkatan Kesehatan Ibu, Bayi
dan Anak Balita di Provinsi Nusa Tenggara barat. Namun karena lambannya
sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota, membuat perda ini
tidak banyak yang tahu.
Sebagaimana yang disampaikan Mulyadi
Fajar, S.Kep., M.Kes, Subbid. Pelayanan
KB-BP3AKB Prov. NTB. Dirinya mengaku tugas Dinas kesehatan (Dikes) Provinsi
ialah hanya memiliki fungsi koordinatif, sedangkan untuk eksekusinya baik
sosialisasi dan lain sebagainya ialah wewenang pemerintah kabupaten/kota. “kita
sudah buatkan Perda, tugas selanjutnya untuk mengeksekusi perda ini ada di
tangan kabupaten/kota, karena mereka yang mempunyai wilayah”. Ke depan
ungkapnya, Untuk masing-masing daerah kita semua akan petakan, titik titik
dimana lokus masih terjadinya kematian ibu dan bayi. Selain itu, Peran serta masyarakat dan swasta sangat diperlukan
karena orang yang mengetahui secara langsung ialah orang terdekat dengan
mereka, ujarnya.
Sementara itu, jika dilhat dari segi
materi, Perda ini menjamin sepenuhnya hak ibu hamil untuk mendapatkan pelayanan
memadai dari pemerintah dengan menggunakan prinsip-prinsip kemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan,
penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan gender, nondiskriminatif dan
norma-norma agama. Selain itu, ibu hamil juga mendapat pelayanan
kesehatan standar selama kehamilan, mendapat
pelayanan kehamilan dari tenaga yang kompeten dan penanganan komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas serta rujukan yang
adekuat, mendapatkan informasi dan
pelayanan tentang perawatan
kehamilan, persalinan, nifas, IMD, ASI Eksklusif dan KB (pengetahuan reproduksi), serta mendapatkan
pelayanan pencegahan anemia, vitamin A , pengobatan dan pencegahan penyakit
penyerta saat hamil.
Selain ibu hamil, dalam Perda ini
bayi dan anak balita juga mendapatkan hak pelayanan kesehatan yang adequate, IMD,
rawat gabung dengan ibu, ASI Eksklusif , Vitamin A & K dan imunisasi dasar,
hidup, tumbuh kembang dan berpartisipasi secara wajar, bebas dari kekerasan & diskriminasi, mendapatkan
MP-ASI dan pemantauan tumbuh kembang serta lingkungan bersih dan sehat, bebas
dari bahan kimia yang merugikan kesehatan. Hak-hak inilah yang memungkinkan,
semua bayi yang lahir dapat terhindar dari adanya ancaman gizi buruk.
Namun ironi, meski sudah ada
perda yang mengatur hak-hak ibu hamil , bayi dan anak balita ini, masih ada
masyarakat yang belum mengetahuinya, tidak hanya itu, sebagian kader penggerak
kesehatan desa, petugas posyandu, PKK Kecamatan, sampai kepala dusun juga belum
mengetahui adanya perda ini. Padahal mereka-mereka ini ialah merupakan ujung
tombak dari suksesnya berbagai program pemerintah selama ini. (dys)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar