KANGGOK'M TADAHN ?

Jumat, 20 September 2013

Transform Gelar Sosialisasi Perda No 7 tahun 2011


Rendahnya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap berbagai bentuk perda yang telah ditetapkan, menjadi keperihatinan semua pihak. Salah satunya ialah perda No 7 Tahun 2011 tentang perlindungan dan peningkatan kesehatan ibu bayi, dan anak balita, yang merupakan tindak lanjut dari amanat 3 buah peraturan Gubernur, mengenai Pelayanan Kesehatan Reproduksi, Air Susu ibu (ASI) Eksklusif dan pemberian Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA). Padahal, keberadaan perda ini sebagai salah satu jalan (syarat) untuk mensukseskan program penurunan angka kematian ibu menuju nol (Akino) di NTB. Sebagaimana yang terkuak dalam sosialisasi perda No 7 tahun 2011 yang digelar pagi kemarin (29/8) oleh Transform Mataram.
Ketua pelaksana Transform, Ahmad Zuhairi, SH., MH, mengungkapkan jika dilihat dilapangan, masih banyak masyarakat miskin terutama yang sangat membutuhkan pertolongan medis  seperti ibu hamil, anak kekurangan gizi yang tidak mendapatkan pertolong medis. Hal itu disebabkan karena tidak mempunyai biaya serta tidak mendapatkan jamkesmas dari pemerintah. Selain itu juga mekanisme dan syarat mengurus masyarakat banyak yang belum paham, sehingga pernah terjadi seorang anak dari Lombok Barat  yang mengalami kanker otak. Karena tidak paham mengenai mekanisme rujukan ini, sehingga tiba-tiba setelah ke rumah sakit dikembalikan lagi ke puskesmas.
Jika dilihat dari segi waktu penetapan, perda ini ditetapkan pada pertengahan bulan Mei tahun 2011 silam. Namun anehnya, karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah, membuat banyak masyarakat tidak mengetahui adanya perda yang mengatur tentang perlindungan dan peningkatan kesehatan ibu bayi, anak dan balita ini. Meski sebelumnya telah dilakukan penanda tanganan Memorandum of Understanding antara Gubernur NTB dengan Bupati/Walikota se NTB tentang Sistem Koordinasi dalam Upaya Perlindungan dan Peningkatan Kesehatan Ibu, Bayi dan Anak Balita di Provinsi Nusa Tenggara barat. Namun karena lambannya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota, membuat perda ini tidak banyak yang tahu.
Sebagaimana yang disampaikan Mulyadi Fajar, S.Kep., M.Kes, Subbid. Pelayanan KB-BP3AKB Prov. NTB. Dirinya mengaku tugas Dinas kesehatan (Dikes) Provinsi ialah hanya memiliki fungsi koordinatif, sedangkan untuk eksekusinya baik sosialisasi dan lain sebagainya ialah wewenang pemerintah kabupaten/kota. “kita sudah buatkan Perda, tugas selanjutnya untuk mengeksekusi perda ini ada di tangan kabupaten/kota, karena mereka yang mempunyai wilayah”. Ke depan ungkapnya, Untuk masing-masing daerah kita semua akan petakan, titik titik dimana lokus masih terjadinya kematian ibu dan bayi. Selain itu, Peran serta masyarakat dan swasta sangat diperlukan karena orang yang mengetahui secara langsung ialah orang terdekat dengan mereka, ujarnya.
Sementara itu, jika dilhat dari segi materi, Perda ini menjamin sepenuhnya hak ibu hamil untuk mendapatkan pelayanan memadai dari pemerintah dengan menggunakan prinsip-prinsip kemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan gender, nondiskriminatif dan norma-norma agama. Selain itu, ibu hamil juga mendapat pelayanan kesehatan standar  selama kehamilan, mendapat pelayanan kehamilan dari tenaga yang kompeten dan penanganan komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas serta rujukan yang adekuat, mendapatkan informasi dan pelayanan tentang perawatan kehamilan, persalinan, nifas, IMD, ASI Eksklusif dan KB (pengetahuan reproduksi), serta mendapatkan pelayanan pencegahan anemia, vitamin A , pengobatan dan pencegahan penyakit penyerta saat hamil.
Selain ibu hamil, dalam Perda ini bayi dan anak balita juga mendapatkan hak pelayanan kesehatan yang adequate, IMD, rawat gabung dengan ibu, ASI Eksklusif , Vitamin A & K dan imunisasi dasar, hidup, tumbuh kembang dan berpartisipasi secara wajar,  bebas dari kekerasan & diskriminasi, mendapatkan MP-ASI dan pemantauan tumbuh kembang serta lingkungan bersih dan sehat, bebas dari bahan kimia yang merugikan kesehatan. Hak-hak inilah yang memungkinkan, semua bayi yang lahir dapat terhindar dari adanya ancaman gizi buruk.
Namun ironi, meski sudah ada perda yang mengatur hak-hak ibu hamil , bayi dan anak balita ini, masih ada masyarakat yang belum mengetahuinya, tidak hanya itu, sebagian kader penggerak kesehatan desa, petugas posyandu, PKK Kecamatan, sampai kepala dusun juga belum mengetahui adanya perda ini. Padahal mereka-mereka ini ialah merupakan ujung tombak dari suksesnya berbagai program pemerintah selama ini. (dys)





Tidak ada komentar: