KANGGOK'M TADAHN ?

Kamis, 21 November 2013

Mesum di Gerung Lukai Dunia Pendidikan


Mataram (Suara NTB)
Menanggapi kasus asusila yang menimpa salah seorang siswi SMP di Gerung dua hari lalu, Dekan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Mataram (UMM), Safril, M.Pd Kamis siang (14/11) mengaku peristiwa itu sangat menyakitkan sekaligus menyayat hati bagi dunia pendidikan. Dirinya juga mengaku sangat kaget ketika mengetahui salah seorang siswi kelas 1 SMP melakukan perbuatan tidak terpuji tersebut.
Diakuinya, kasus tersebut merupakan bentuk kegagalan dari sistem pendidikan yang selama ini cenderung tidak memiliki keberpihakan terhadap berbagai kompetensi dan kecerdasan yang dimiliki oleh siswa. Padahal ada kompetensi religisusitas sebagai inti utama dari  setiap kurikulum. Namun dirinya menyayangkan para guru yang tidak mampu menerjemahkan inti utama dari kurikulum tersebut. Padahal harapannya ialah dapat menjadi tameng untuk mengantisipasi menguatnya perilaku bebas di kalangan remaja. “selama ini, proses pendidikan kita lebih banyak transfer of knowledge dari pada transfer of value” terang safril.
Selain itu, peran orang tua sangat penting untuk membentuk karakter awal siswa sejak dini, tidak hanya itu orang tua juga harus lebih tegas terhadap  anak-anak mereka. Meski kadang orang tua harus mengusap dada karena terhalang oleh undang-undang perlindungan anak yang menempatkan anak terlihat pada posisi superior di bawah orang tua dan guru. “dengan undang-undang yang ada, anak-anak sekarang ini kan merasa diri di atas orang tua dan guru. Mereka merasa, sebebas apapun tindakan yang mereka lakukan masih mendapatkan perlindungan dari undang-undang. Itu kondisinya sekarang” ungkapnya. Selain undang-undang yang ada sekarang ini terlihat superior bagi tindakan bebas anak, juga belum mampu melindungi para guru jika mereka melakukan tindakan-tindakan proteksi terhadap siswa. “perlu juga perlindungan hak-hak guru, karena selama ini guru kesulitan untuk berbuat lebih banyak terhadap siswa. Harus ada mekanisme hukum yang berlaku juga bagi para guru”
Tidak hanya itu, kemunculan tekhnologi juga memberikan pengaruh besar terhadap perubahan perilaku siswa seperti pengaruh kemunculan telepon genggam yang diberikan bebas kepada para siswa. “Dengan alasan para orang tua untuk memudahkan penjemputan mereka diberikan keleluasaan membawa telepon genggam, padahal itu merupakan alasan yang mengada-ada”. Di sinilah perubahan pola komunikasi anak dengan orang, siswa dengan guru berubah. Orang tua tinggal menunggu telepon dari si anak untuk menjemput, baru para orang tua datang ke sekolah. Padahal dengan cara seperti itu, orang tua sebenarnya sedang memberikan peluang masuknya berbagai kemungkinan-kemungkinan lahirnya tindakan negatif dan penyimpangan dari anak. Bisa saja sudah waktunya pulang, tetapi anak sengaja telat menelepon orang tuanya agar bisa bebas melakukan tindakan-tindakan di luar kontrol orang tua.
Safril mengingatkan kepada para orang tua untuk merenungi hasil penelitian yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menunjukkan bahwa perilaku seks di kalangan remaja sekarang ini  semakin bebas disebabkan oleh penggunaan tekhnologi secara negatif seperti telepon genggam yang dipergunakan secara negatif oleh para siswa. Safril juga menambahkan pentingnya sekolah-sekolah membuat regulasi agar tidak diperbolehkan membawa telepon genggam bagi para siswa. Hal itu untuk pencegahan semakin meluasnya dampak negatif yang ditimbulkan oleh tekhnologi.
Sementara itu, disinggung mengenai hukuman yang harusnya diberikan terhadap siswi yang kedapatan mesum tersebut, meski masih di bawah umur, Safril mengharapkan adanya perlakuan setimpal yang diberikan oleh aparat penegak hukum kepada siswi tersebut. Hal itu terangnya untuk memberikan efek jera bagi siswa-siswa lainnyya. Namun tambahnya, siswi tersebut tetap harus mendapatkan pembinaan dari psikolog atau dari pihak-pihak yang berkompetensi untuk menangani hal tersebut. (dys)




Tidak ada komentar: