Semakin terpinggirnya penggunaan
bahasa nasional (Indonesia) dan daerah di tengah-tengah masyarakat cukup
meperihatinkan. Kondisi tersebut tidak saja mengancam pudarnya rasa
nasionalisme tetapi juga mengancam eksistensi kebudayaan yang telah lama tumbuh
di tengah-tengah masyarakat. Ironisnya, adanya ketidaksadaran para tokoh
termasuk di dalamnya ialah para pemimpin yang tidak memberikan contoh berbahasa
yang baik dan benar semakin memperkeruh kondisi kebahasaan kita.
Hal itu terkuak dalam rapat
koordinasi yang digelar oleh Kantor Bahasa Provinsi Nusa Tenggara Barat bersama
seluruh instansi-instansi pemerintah yang berhubungan langsung dengan persoalan
bahasa seperti dinas pendidikan, pemuda dan olahraga (Dikpora) kabupaten/kota
seluruh NTB, dan Baeppeda NTB. Meskipun
dalam kesempatan rakor tersebut tidak sepenuhnya undangan yang hadir, namun
setidaknya dari pertemuan ini dibahas sejumlah agenda strategis untuk menangani
persoalan kebahasaan yang kian hari semakin kompleks di masa-masa mendatang.
Kepala Kantor Bahasa Provinsi
NTB, Dr. Syarifudin, SH, MH, dalam kesempatan tersebut memaparkan bahwa
penggunaan bahasa nasional dan daerah kini berada dalam keterancaman yang cukup
serius. Hal itu disebabkan oleh kurang pahamnya masyarakat kita terkait dengan
persoalan bahasa ini. Tidah hanya itu, faktor keteladanan oleh para pemimpin
juga membuat semakin keruh dan memudarnya kecintaan masyarakat terhadap
penggunaan bahasa nasional dan daerah. Seperti keharusan kepala Negara
memberikan sambutan dengan menggunakan bahasa nasional di setiap kesempatannya
sesuai dengan aturan yang berlaku, meskipun sudah ada aturan yang mewajibkan
penggunaan bahasa nasional tersebut, namun tidak jarang para pemimpin kita
menggunakan bahasa asing dalam sambutannya. Mereka lebih senang bertutur dengan
menggunakan bahasa-bahasa asing. Menurutnya, penggunaan bahasa asing bukannya
tidak boleh, namun yang terpenting ialah penggunaannya harus pada tempatnya. “kalau
pada saatnya berbahasa dengan bahasa nasional, itu harus digunakan bahasa
nasional. Begitu juga dengan penggunaan bahasa lainnya. Jadi tidak ada
pembatasan terhadap penggunaan bahasa tertentu” terangnya.
Lebih lanjut Syarifudin
menerangkan bahwa kewajiban penggunaan bahasa nasional dan daerah dilandasi
oleh beberapa hal di antaranya ialah semangat sumpah pemuda 28 Oktober tahun
1928 silam yang mengikrarkan pengakuan eksistensi bahasa nasional sebagai
bahasa persatuan di seluruh tanah air. Selain itu ialah undang-undang dasar
1945 pasal 30 yang menerangkan bahasa nasional sebagai bahasa resmi kenegaraan,
bahasa pengantar resmi di lembaga pendidikan, bahasa resmi di dalam perhubungan
pada tingkat nasional, dan sebagai bahasa resmi dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi dan kebudayaan. Sementara itu khusus untuk bahasa
daerah sendiri berfungsi sebagai lambang kebangsaan daerah, lambang identitas
daerah, dan sebagai alat perhubungan antar keluarga dan masyarakat. “Maka atas
dasar itulah menjadi kewajiban semua pihak untuk tetap melestarikan penggunaan
bahasa nasional dan daerah”.
Selain itu Syarifudin juga
menjelaskan konsekuensi bangsa Indonesia yang terdiri dari banyak pulau
menyebabkan bangsa Indonesia kaya dengan bahasa daerah. Diakuinya, hingga saat
ini terdapat tidak kurang dari 749 bahasa daerah yang sudah terdeteksi di
seluruh Indonesia. Namun demikian, masih banyak juga bahasa daerah yang belum
terpetakan keberadaannya hal itu disebabkan oleh minimnya SDM yang melakukan
penelitian terhadap bahasa daerah. Sementara itu, di NTB sendiri terdapat 11
bahasa daerah dengan 3 bahasa besar asli daerah yaitu bahasa sasak, samawa dan
mbojo. Sementara 8 bahasa daerah lainnya merupakan bahasa pendatang seperti
bahasa bugis, bali dan lain sebagainya. Oleh karenanya, pada tahun 2014
mendatang, kantor Bahasa Provinsi NTB telah mempersiapkan sejumlah program
pengembangan dan pembinaan bahasa dan sastra seperti program penelitian
penerjemahan sastra lisan, penelitian bahasa dan sastra di wilayah terpencil,
penelitian sikap penutur bahasa di daerah wisata, penyusunan kamus dwibahasa sasak, penyusunan
materi mulok tingkat SLTP, pementasan sastra lisan etnis, antologi cerpen oleh
siswa di pulau Sumbawa bagian utara, pelaksanaan kongres bahasa daerah,
sosialisasi materi mulok dan lain sebagainya.
Dalam rakor tersebut selain
dihadiri oleh pejabat dinas Dikpora kabupetan/kota, juga dihadiri oleh Kepala
Sub Bagian Kerjasama Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, Dra. Nur Hayati. Menurutnya, masyarakat kita
cenderung tidak mecintai bahasa nasional. Padahal di luar negeri, warga asing
yang meminati untuk mempelajari bahasa Indonesia menunjukkan peningkatan yang
signifikan. Diterangkannya, bahasa indonesia saat ini dipelajari oleh 45
negara. Selain itu juga sebagai penutur terbesar di luar negeri mencapai
4.463.950 orang penutur sekaligus terbesar kelima di dunia pada tahun 2011.
Tidak hanya itu, bahasa Indonesia menjadi bahasa paling popular di Australia
dan menjadi bahasa resmi kedua di yang digunakan oleh Vietnam. Dengan
perkembangan penggunaan bahasa di luar negeri seperti itu, agak aneh kalau di
Negara kita masyarakat banyak yang meninggalkan penggunaan bahasa nasional.
oleh karenanya, berbagai kebjiakan untuk mempertahankan eksistensi penggunaan
bahasa nasional dan daerah harus terus diprioritaskan oleh berbagai pihak dalam
pembuatan kebijakan. (dys)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar