KANGGOK'M TADAHN ?

Kamis, 21 November 2013

Rakor Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Upaya Melestarikan Bahasa Nasional dan Daerah


Semakin terpinggirnya penggunaan bahasa nasional (Indonesia) dan daerah di tengah-tengah masyarakat cukup meperihatinkan. Kondisi tersebut tidak saja mengancam pudarnya rasa nasionalisme tetapi juga mengancam eksistensi kebudayaan yang telah lama tumbuh di tengah-tengah masyarakat. Ironisnya, adanya ketidaksadaran para tokoh termasuk di dalamnya ialah para pemimpin yang tidak memberikan contoh berbahasa yang baik dan benar semakin memperkeruh kondisi kebahasaan kita.
Hal itu terkuak dalam rapat koordinasi yang digelar oleh Kantor Bahasa Provinsi Nusa Tenggara Barat bersama seluruh instansi-instansi pemerintah yang berhubungan langsung dengan persoalan bahasa seperti dinas pendidikan, pemuda dan olahraga (Dikpora) kabupaten/kota seluruh NTB, dan Baeppeda NTB.  Meskipun dalam kesempatan rakor tersebut tidak sepenuhnya undangan yang hadir, namun setidaknya dari pertemuan ini dibahas sejumlah agenda strategis untuk menangani persoalan kebahasaan yang kian hari semakin kompleks di masa-masa mendatang.
Kepala Kantor Bahasa Provinsi NTB, Dr. Syarifudin, SH, MH, dalam kesempatan tersebut memaparkan bahwa penggunaan bahasa nasional dan daerah kini berada dalam keterancaman yang cukup serius. Hal itu disebabkan oleh kurang pahamnya masyarakat kita terkait dengan persoalan bahasa ini. Tidah hanya itu, faktor keteladanan oleh para pemimpin juga membuat semakin keruh dan memudarnya kecintaan masyarakat terhadap penggunaan bahasa nasional dan daerah. Seperti keharusan kepala Negara memberikan sambutan dengan menggunakan bahasa nasional di setiap kesempatannya sesuai dengan aturan yang berlaku, meskipun sudah ada aturan yang mewajibkan penggunaan bahasa nasional tersebut, namun tidak jarang para pemimpin kita menggunakan bahasa asing dalam sambutannya. Mereka lebih senang bertutur dengan menggunakan bahasa-bahasa asing. Menurutnya, penggunaan bahasa asing bukannya tidak boleh, namun yang terpenting ialah penggunaannya harus pada tempatnya. “kalau pada saatnya berbahasa dengan bahasa nasional, itu harus digunakan bahasa nasional. Begitu juga dengan penggunaan bahasa lainnya. Jadi tidak ada pembatasan terhadap penggunaan bahasa tertentu” terangnya.
Lebih lanjut Syarifudin menerangkan bahwa kewajiban penggunaan bahasa nasional dan daerah dilandasi oleh beberapa hal di antaranya ialah semangat sumpah pemuda 28 Oktober tahun 1928 silam yang mengikrarkan pengakuan eksistensi bahasa nasional sebagai bahasa persatuan di seluruh tanah air. Selain itu ialah undang-undang dasar 1945 pasal 30 yang menerangkan bahasa nasional sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa pengantar resmi di lembaga pendidikan, bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional, dan sebagai bahasa resmi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan kebudayaan. Sementara itu khusus untuk bahasa daerah sendiri berfungsi sebagai lambang kebangsaan daerah, lambang identitas daerah, dan sebagai alat perhubungan antar keluarga dan masyarakat. “Maka atas dasar itulah menjadi kewajiban semua pihak untuk tetap melestarikan penggunaan bahasa nasional dan daerah”.
Selain itu Syarifudin juga menjelaskan konsekuensi bangsa Indonesia yang terdiri dari banyak pulau menyebabkan bangsa Indonesia kaya dengan bahasa daerah. Diakuinya, hingga saat ini terdapat tidak kurang dari 749 bahasa daerah yang sudah terdeteksi di seluruh Indonesia. Namun demikian, masih banyak juga bahasa daerah yang belum terpetakan keberadaannya hal itu disebabkan oleh minimnya SDM yang melakukan penelitian terhadap bahasa daerah. Sementara itu, di NTB sendiri terdapat 11 bahasa daerah dengan 3 bahasa besar asli daerah yaitu bahasa sasak, samawa dan mbojo. Sementara 8 bahasa daerah lainnya merupakan bahasa pendatang seperti bahasa bugis, bali dan lain sebagainya. Oleh karenanya, pada tahun 2014 mendatang, kantor Bahasa Provinsi NTB telah mempersiapkan sejumlah program pengembangan dan pembinaan bahasa dan sastra seperti program penelitian penerjemahan sastra lisan, penelitian bahasa dan sastra di wilayah terpencil, penelitian sikap penutur bahasa di daerah wisata,  penyusunan kamus dwibahasa sasak, penyusunan materi mulok tingkat SLTP, pementasan sastra lisan etnis, antologi cerpen oleh siswa di pulau Sumbawa bagian utara, pelaksanaan kongres bahasa daerah, sosialisasi materi mulok dan lain sebagainya.

Dalam rakor tersebut selain dihadiri oleh pejabat dinas Dikpora kabupetan/kota, juga dihadiri oleh Kepala Sub Bagian Kerjasama Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dra. Nur Hayati. Menurutnya, masyarakat kita cenderung tidak mecintai bahasa nasional. Padahal di luar negeri, warga asing yang meminati untuk mempelajari bahasa Indonesia menunjukkan peningkatan yang signifikan. Diterangkannya, bahasa indonesia saat ini dipelajari oleh 45 negara. Selain itu juga sebagai penutur terbesar di luar negeri mencapai 4.463.950 orang penutur sekaligus terbesar kelima di dunia pada tahun 2011. Tidak hanya itu, bahasa Indonesia menjadi bahasa paling popular di Australia dan menjadi bahasa resmi kedua di yang digunakan oleh Vietnam. Dengan perkembangan penggunaan bahasa di luar negeri seperti itu, agak aneh kalau di Negara kita masyarakat banyak yang meninggalkan penggunaan bahasa nasional. oleh karenanya, berbagai kebjiakan untuk mempertahankan eksistensi penggunaan bahasa nasional dan daerah harus terus diprioritaskan oleh berbagai pihak dalam pembuatan kebijakan. (dys)

Tidak ada komentar: