KANGGOK'M TADAHN ?

Sabtu, 21 Desember 2013

Aksi ‘Coboy’ Siswa SMA 1 Woha Sebagai Puncak Krisis Keteladanan


Perbuatan tidak pantas oleh salah seorang murid sekolah SMA 1 Woha Kabupaten Bima yang menodongkan senjata api terhadap gurunya Senin (25/11) mengundang keperihatinan dari berbagai pihak dan pengamat pendidikan. Terlebih aksi ‘coboy’ siswa 16 tahun tersebut dilakukan bertetapan dengan peringatan hari guru nasional dan ultah PGRI. Harusnya, sebagai murid, pada momentum berharga tersebut mereka memberikan kado terbaiknya yang dipersembahkan untuk gurunya. Namun apa mau dikata, kado terburuk justeru diperoleh akibat ulah ‘coboy’ cilik yang harusnya dengan usianya yang masih di bawah umur tersebut steril dari perbuatan-perbuatan tidak terhormat.
Saat dihubungi via telepon, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)  Universitas Muhammadiyah, Safril, M.Pd, mengatakan bahwasanya ulah siswa yang berlagak seperti coboy kepada gurunya kemarin itu harus dilihat secara objektif. Objektifitas diperlukan untuk melihat akar permasalahan sehingga kejadian-kejadian serupa tidak lagi mencoreng dunia pendidikan kita. Diakui Safril bahwa penting setiap orang melihat kronologis persitiwa tersebut, apakah anak didik yang bermasalah atau gurunya. “jika tiba-tiba saja guru menampar siswa tersebut tanpa terlebih dahulu memberinya peringatan, tentu problemnya ada pada guru. Namun jika siswa tersebut tiba-tiba menodongkan senjata api ke guru, maka problemnya ada di siswa”. 
Lebih lanjut, Safril mengatakan semua pihak harus melihat konteks peristiwa tersebut, terkadang siswa mempunyai dendam dengan guru, namun tidak seharusnya diungkapkan dengan cara seperti itu. Harusnya siswa yang merasa ada dendam atau masalah apa pun harusnya melaporkan ke pihak yang berwajib. Tidak hanya itu, pihak sekolah juga dihimbau agar mereka memperketat pengawasan dan aturan bagi para siswanya seperti pelarangan memakai anting apalagi membawa senjata api atau senjata berbahaya lainnya.
Sementara itu, di tempat terpisah Direktur Mains Institut For Education and Development, Lalu Maksum Ahmad, M.Pd, mengaku terkejut ketika mendapat informasi ada siswa yang sampai berani menodongkan senjata api kepada gurunya. Kondisi tersebut sangat kontras dengan perilaku siswa pada masa dulu yang sangat segan dan hormat kepada gurunya. “siswa dulu sangat segan pada gurunya, apalagi kalau ketemi di jalan hampir nggak ada yang berani bahkan malu” terang Maksum.
Maksum menyebutkan peristiwa tersebut sebagai akumulasi dari kegagalan sistem pendidikan yang terlalu berorientasi pada kecerdasan intelektual semata. Padahal masih banyak bentuk kecerdasan-kecerdasan lainnya. “dengan orientasi pendidikan kita yang cenderung berorientasi pada kecerdasan intelektual, maka generasi muda kita menjadi generasi yang mempunyai otak tanpa watak. Artinya mereka cerdas saja tapi perilakunya tidak baik. akhirnya lahir generasi-generasi pembohong dan pada saat itulah pendidikan kita telah gagal”. Yang perlu dilakukan sekarang ini terang Maksum ialah pentingnya pemerintah merekonstruksi sistem pendidikan yang berbasis pada semua bentuk kecerdasan yang ada seperti kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional tidak hanya kecerdasan intelektual.
Selain itu Maksum juga menilai keberadaan guru yang sekarang ini sudah jarang menjadi sosok yang ditiru dan digugu. “tidak adanya link and match antara teori dan praktik oleh guru. Kan, apa yang dikerjakan oleh guru pasti akan diikuti oleh siswa”. Guru tidak lagi menjadi sosok panutan yang pantas ditiru oleh siswa. Bayangkan sekarang ini ada guru yang pacaran dengan siswa, guru yang mencabuli siswanya. “Murid kan melihat teladan-teladan seperti itu”. (dys)

Tidak ada komentar: