KANGGOK'M TADAHN ?

Sabtu, 21 Desember 2013

Berpikir Dikotomis, Jadikan Umat Islam Terbelakang


Masih adanya dikotomi terhadap pemahaman antara mata pelajaran umum dan agama kian menjadikan umat islam terbelakang dari segi keilmuan. Sejatinya, pendikotomian terhadapa kedua mata pelajaran tersebut sudah tidak terjadi lagi. Hal itu karena pada dasarnya segala macam ilmu dalam islam bersumber dari spirit yang ada di dalam Al-Qur’an. Sehingga demikian, tidak wajar kalau umat muslim di era sekarang ini masih berpikir dikotomis seperti itu.
Hal itu diungkapkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Islam Kementerian Agama Republik Indonesia, Prof. Dr. Nur Syam, dalam sebuah kesempatan beberapa waktu lalu. Menurutnya, terbelakangnya umat islam dewasa ini diakibatkan oleh adanya pemahaman yang dikotomis dalam melihat ilmu. Adanya pemahaman yang terpisah antara ilmu umum dan ilmu agama membuat terjadinya benturan pemahaman di tengah-tengah umat islam. Padahal sebenarnya, di era yang sekarang ini, pemikiran dikotomis seperti itu sudah tidak lagi berkembang karena dapat merugikan kaum muslim sendiri.
Lebih lanjut Nur Syam mengungkapkan bahwasanya kitab Al-Qur’an bagi umat islam harus dipahami sebagai sumber inspirasi yang bisa dijadikan sebagai rujukan dalam menggali berbagai pengetahuan baik itu agama maupun umum. Berbagai pengetahuan yang disebutkan dalam kitab suci A-Qur’an pada dasarnya ialah untuk kemaslahatan umat manusia secara keseluruhan. Sehingga ketika kaum muslim menggali persoalan astronomi, matematika, atau pun sains dalam artian yang lebih luas, semuanya akan bernilai ibadah jika diniatkan untuk kepentingan orang banyak.
Sementara itu, ditempat terpisah dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Mataram, Safril, M.Pd mengungkapkan bahwasanya para guru selama ini belum mampu memadukan antara mata pelajaran umum dan agama. Bahkan yang ada selama ini ialah model pengajarannya dilakukan terkotak-terkotak, harusnya keduanya mampu diintegrasikan dalam semua mata pelajaran. Sehingga dari hasil integrasi tersebut, akan lahir sebuah keceredasan dan kompetensi religisusitas yang merupakan inti utama dari  setiap kurikulum. Sehingga demikian, baik mata pelajaran agama maupun umum akan senantiasa bernafas religius.
Diungkapkannya, forum untuk membicarakan dan membahas persoalan tersebut sebenarnya sudah ada yaitu berupa Musyawarah Guru Mata Plejaran (MGMP) yang diselenggarakan setiap tahun oleh Dikpora kabupaten/kota. Namun dirinya menyayangkan bahwasanya forum tersebut belum mampu memecahkan persoalan ini. Dalam forum tahunan tersebut, selama ini masih didominasi oleh pembahasan yang berkaitan dengan kemampuan-kemampuan otak secara intelektual, namun persoalan yang lainnya masih banyak yang tidak bahasa. Sehingga forum tersebut sejauh ini masih belum mampu berbuat banyak berkontribusi untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Hal itu sejalan dengan hasil penelitian Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar pada tahun 2007 silam yang menemukan bahwa forum MGMP relatif tidak efektif karena motivasi para guru mengikuti forum tersebut hanya untuk mendapatkan sertifikat bukan pengetahuan. Oleh karenanya, Dikpora sebagai pemegang kebijakan harus melakukan evaluasi terhadap pertemuan MGMP. Tidak hanya itu, forum itu juga harusnya dijadikan juga sebagai forum untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap kinerja guru. Hal itu penting karena guru merupakan teladan yang harus diikuti oleh siswa terang Safril. (dys)


Tidak ada komentar: