Masih adanya dikotomi terhadap
pemahaman antara mata pelajaran umum dan agama kian menjadikan umat islam
terbelakang dari segi keilmuan. Sejatinya, pendikotomian terhadapa kedua mata pelajaran
tersebut sudah tidak terjadi lagi. Hal itu karena pada dasarnya segala macam
ilmu dalam islam bersumber dari spirit yang ada di dalam Al-Qur’an. Sehingga
demikian, tidak wajar kalau umat muslim di era sekarang ini masih berpikir
dikotomis seperti itu.
Hal itu diungkapkan oleh
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Islam Kementerian Agama Republik Indonesia,
Prof. Dr. Nur Syam, dalam sebuah kesempatan beberapa waktu lalu. Menurutnya,
terbelakangnya umat islam dewasa ini diakibatkan oleh adanya pemahaman yang
dikotomis dalam melihat ilmu. Adanya pemahaman yang terpisah antara ilmu umum
dan ilmu agama membuat terjadinya benturan pemahaman di tengah-tengah umat
islam. Padahal sebenarnya, di era yang sekarang ini, pemikiran dikotomis
seperti itu sudah tidak lagi berkembang karena dapat merugikan kaum muslim
sendiri.
Lebih lanjut Nur Syam
mengungkapkan bahwasanya kitab Al-Qur’an bagi umat islam harus dipahami sebagai
sumber inspirasi yang bisa dijadikan sebagai rujukan dalam menggali berbagai
pengetahuan baik itu agama maupun umum. Berbagai pengetahuan yang disebutkan
dalam kitab suci A-Qur’an pada dasarnya ialah untuk kemaslahatan umat manusia
secara keseluruhan. Sehingga ketika kaum muslim menggali persoalan astronomi,
matematika, atau pun sains dalam artian yang lebih luas, semuanya akan bernilai
ibadah jika diniatkan untuk kepentingan orang banyak.
Sementara itu, ditempat terpisah
dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah
Mataram, Safril, M.Pd mengungkapkan bahwasanya para guru selama ini belum mampu
memadukan antara mata pelajaran umum dan agama. Bahkan yang ada selama ini
ialah model pengajarannya dilakukan terkotak-terkotak, harusnya keduanya mampu
diintegrasikan dalam semua mata pelajaran. Sehingga dari hasil integrasi
tersebut, akan lahir sebuah keceredasan dan kompetensi religisusitas yang
merupakan inti utama dari setiap
kurikulum. Sehingga demikian, baik mata pelajaran agama maupun umum akan
senantiasa bernafas religius.
Diungkapkannya, forum untuk
membicarakan dan membahas persoalan tersebut sebenarnya sudah ada yaitu berupa
Musyawarah Guru Mata Plejaran (MGMP) yang diselenggarakan setiap tahun oleh
Dikpora kabupaten/kota. Namun dirinya menyayangkan bahwasanya forum tersebut
belum mampu memecahkan persoalan ini. Dalam forum tahunan tersebut, selama ini
masih didominasi oleh pembahasan yang berkaitan dengan kemampuan-kemampuan otak
secara intelektual, namun persoalan yang lainnya masih banyak yang tidak
bahasa. Sehingga forum tersebut sejauh ini masih belum mampu berbuat banyak
berkontribusi untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Hal itu sejalan dengan
hasil penelitian Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar pada tahun 2007 silam
yang menemukan bahwa forum MGMP relatif tidak efektif karena motivasi para guru
mengikuti forum tersebut hanya untuk mendapatkan sertifikat bukan pengetahuan.
Oleh karenanya, Dikpora sebagai pemegang kebijakan harus melakukan evaluasi
terhadap pertemuan MGMP. Tidak hanya itu, forum itu juga harusnya dijadikan
juga sebagai forum untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap kinerja
guru. Hal itu penting karena guru merupakan teladan yang harus diikuti oleh
siswa terang Safril. (dys)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar