KANGGOK'M TADAHN ?

Sabtu, 21 Desember 2013

Pungli Di Sekolah Berarti Perampasan


Berbagai kasus pungutan liar (pungli) yang terjadi di beberapa sekolah selama ini memiliki motif yang beragam. Mulai dari motif meminta uang bangunan terhadap para siswa yang disinyalir tidak tepat penggunaannya, meminta uang penebusan ijazah terhadap para siswa dengan uang yang tidak sedikit, sampai pada motif yang teranyar sekaligus irasional yaitu pungutan liar yang dilakukan oleh kepala sekolah SDN 1 Ampenan terhadap para siswanya atas nama uang kebersihan dengan kisaran antara 1 sampai 1,5 juta. Tentu, beberapa kasus pungli yang muncul ke permukaan tersebut hanyalah sedikit dari sekian banyak kasus pungli yang terjadi di sekolah-sekolah yang hingga kini belum terungkap.
Maraknya kasus pungli di tengah-tengah pelaksanaan program pengucuran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) oleh pemerintah tentunya menjadi pemandangan yang kontradiktif di tengah upaya pemerintah membantu sekolah-sekolah untuk menyiapkan bantuan tambahan pelaksanaan berbagai kebutuhan sekolah melalui dana BOS termasuk di dalamnya ialah peruntukan bagi kebersihan lingkungan sekolah.
Ditemui beberapa waktu lalu, pengamat pendidikan yang juga Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Univesitas Muhammadiyah Mataram, Safril, M.Pd, menyebut tindakan pungli oleh kepala sekolah SDN 1 Ampenan tersebut sebagai tindakan pemerasan dan korup pihak sekolah terhadap para siswanya, “itu sama saja dengan perampasan ”. Hal itu karena pungli di lingkup dunia pendidikan merupakan pelanggaran substansial yang berbeda bentuknya dengan pelanggaran etika, atau pun pelanggaran administrasi. Meskipun pungli ini tidak memiliki tekanan terhadap para siswa karena dikemas dalam bentuk kebijakan sekolah yang harus ditaati oleh semua siswa, namun efeknya secara psikologi sangat berbahaya karena selain pungli dapat membuat anak menjadi tidak tenang untuk belajar namun juga mengancam terjadinya peningkatan angka drop out di kalangan siswa. “pungli ini kan dapat membuat anak terpasung untuk tenang belajar, jika kondisinya sudah demikian  maka dapat mengancam siswa untuk enggan bersekolah” terang Safril.
Lebih lanjut Safril juga mengatakan bahwa tindakan pungli ini dapat memiliki efek yang sangat panjang sampai pada tingkat anak sudah tidak mau lagi bersekolah akibat adanya berbagai pembiayaan yang dibebankan oleh sekolah kepada para siswanya. Jika ini terjadi, tentu sangat bertolak belakang dari keinginan pemerintah yang ingin mengurangi angka putus sekolah (drop out) di tengah-tengah siswa. Padahal salah satu aspek yang diukur dalam rangka peningkatan IPM NTB ialah pada aspek pendidikan. Tidak hanya itu, Safril juga menilai kepala sekolah bersangkutan harus dimutasi karena dinilai tidak loyal dan telah gagal dalam menerjemahkan keinginan pemerintah.
Dengan peristiwa tersebut, Safril juga meminta agar pemerintah harus lebih selektif lagi dalam memilih kepala sekolah. “Jangan hanya memilih atas dasar suka atau tidak suka. Jika perlu, jabatan kepala sekolah bisa dilelang seperti halnya di daerah-daerah lain. Tentunya, dalam proses lelang jabatan kepsek tersebut dilakukan oleh tim penguji yang berkompeten dan hasilnya dibuka ke publik secara terbuka. Dengan demikian, baru akan terbangun kepercayaan di tengah-tengah masyarakat”. (dys)




Tidak ada komentar: