Daerah Kediri memang terkenal dengan
sebutan kota para santri. Banyak ponpes terdapat di Kediri, salah satunya ialah
pondok pesantren Islahuddiny. Subuh yang dingin tidak membuat para santri pondok
pesantren Islahuddiny berat melangkahkan kaki untuk sholat berjamaah. Hari yang
sejuk dibuka dengan alunan-alunan ayat suci Al-Qur’an yang dilantunkan dari
suara-suara merdu para santri. Semua terasa indah dalam nuansa kebersamaan yang
dibalut dalam ikatan kekeluargaan yang dijalin oleh para santri meskipun mereka
berasal dari daerah yang berbeda-beda seperti Lombok Timur, Lombok Tengah,
Lombok Barat, Kota Mataram, Sumbawa bahkan NTT.
Hampir setiap hari tanpa jeda para
santri Ponpes Islahuddiny belajar Kitab
kuning. Hari yang dingin tak menyurutkan semangat mereka untuk belajar. Tak
sedikitpun perhatian mereka berpaling dari penjelasan Ustadz yang sedang
menerangkan setiap materi yang mereka bahas di kitab kuning. Hanya satu tujuan
mereka menimba ilmu agama sebagai bekal mereka menjalani hidup pasca mereka
keluar dari ponpes. Materi kitab kuning yang dipelajari pun sangat beragam diantaranya
menyangkut berbagai problematika kehidupan seperti kitab ushuluddin (Akidah),
fiqih, bahasa arab meliputi nahwu dan shorof, dan berbagai kitab kuning
lainnya.
Ditemui beberapa waktu yang lalu,
pimpinan umum ponpes Islahuddiny Kediri TGH. Muchlis Ibrahim mengaku bahwasanya
para santri diwajibkan mengikuti kegiatan khusus mengaji kitab kuning (Takhassus), mereka diajarkan berbagai
macam pengetahuan agama oleh para pendidik yang tidak hanya pernah menimba ilmu
di tanah air sendiri melainkan berasal dari berbagai lulusan luar negeri
seperti Maroko, Yaman, dan Arab Saudi serta lulusan universitas timur tengah
lainnya. Pengajaran Takhassus (kitab
kuning) ini wajib bagi mereka karena melihat kondisi masyarakat dewasa ini yang
sudah jauh meninggalkan tradisi-tradisi para alim ulama masa lampau yang selalu
mengamalkan ajaran-ajaran Nabi Saw.
Diharapakan dari program Takhassus untuk para santri ini, para
santri lulusan ponpes Islahuddiny mempunyai kemampuan dalam berbagai bidang
ilmu tidak hanya pengetahuan umum namun juga agama. Sehingga mereka nantinya
menjadi cendekiawan-cendekiawan muslim yang intelek dalam berbagai bidang ilmu
dan mampu berhadapan dengan perkembangan dunia yang serba dinamis terjadi di
tengah-tengah masyarakat. “supaya mereka tidak gagap menghadapi perubahan dunia
pasca mereka nantinya lulus” terangnya.
Semantara itu, Sutama Johan
Arifin salah seorang santri yang ikut dalam program Takhassus mengaku setiap hari mempelajari kitab kuning. Dirinya
mengaku antusias belajar dalam program tkhassus
karena dorongan orang tua yang mengingnkannya untuk mendalami ilmu agama.
Mempelajari ilmu agama ungkapnya merupakan kebutuhan yang wajib dipelajari oleh
setiap orang. Hal itu agar mereka bisa menyikapi berbagai persoalan kehidupan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Salah satu caranya ialah lewat
mempelajarinya secara khusus seperti pada program takhassus di ponpes Islahuddiny. Meskipun terangnya, berbagai
cobaan selalu datang menerpanya setiap hari. Seperti adanya perasaan malas, dan
terkungkung dengan suasana kehidupan pondok. “maklum lah, sebagai manusia biasa punya perasaan terkungkung seperti
itu”.
Selain itu, Johan panggilan
akrabnya mengaku meski hidup dalam serba keterbatan dan kekurangan di pondok,
namun Johan mengaku kehidupan di pondok bersama para santri lainnya memiliki
keunikan tersendiri karena heterogenitas para penghuni santri yang berasal dari
beragam latar belakang. “sama-sama senang dan susah” terangnya. (dys)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar