KANGGOK'M TADAHN ?

Sabtu, 21 Desember 2013

Tradisi Beteloq, Entah Dimana Rimbamu


Sepuluh tahun lalu, tradisi beteloq pada saat begawe merariq (upacara nikah) masih dipraktikkan sebagian masyarakat suku sasak, salah satunya di desa Darek, kabupaten Lombok Tengah. Namun seiring perkembangan zaman yang semakin modern, diikuti oleh perubahan pola pikir masyarakat desa Darek yang semakin menggemari pesona hidup serba instan dan praktis, tradisi beteloq kini hanya tinggal kenangan.
Tradisi beteloq merupakan salah satu kearifan lokal local wisdom masyarakat desa Darek yang tertua di samping berbagai tradisi tua lainnya seperti tradisi nyiru. Entah berasal dari mana, tradisi beteloq sudah diyakini ada dan telah dipraktikkan warga semenjak berpuluh-puluh tahun silam. Sebagai salah satu rangkaian dari begawe merariq, tradisi beteloq dilaksanakan pada tengah malam sebelum upacara nyongkolan esok harinya dilaksanakan. Waktu pelaksanaan biasanya dimulai di atas pukul 23.00 dan berakhir tanpa ada batas waktu tertentu.
“Dalam praktiknya, tradisi beteloq secara khusus diperuntukkan bagi muda-mudi yang secara sengaja menghadiri begawe merariq tersebut. Mereka yang datang bisa dengan cara diundang oleh tuan rumah yang mempunyai gawe (upacara), atau pun datang atas inisiatif sendiri. Tetapi kebanyakan mereka datang atas inisiatif sendiri sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama warga yang begawe. Adapun yang diundang biasanya mereka yang berada di luar desa Darek” terang Nurman (51) salah seorang warga asal kampung Tanggong, Desa Darek.
Di tengah-tengah pelaksanaannya, bagi pemuda yang hadir mengikuti tradisi beteloq tersebut, akan meminta kepada seorang perantara (biasanya perantaranya seorang perempuan paruh baya) untuk memberitahukan kepada salah satu perempuan yang hadir dan ditunjuk oleh si pemuda tersebut bahwa ada yang mau beteloq dengannya. Setelah perantara menyampaikan keinginan pemuda tersebut, si perempuan yang ditunjuk lantas menanggapinya. Jika tawaran untuk beteloq itu diterima, maka si perempuan langsung datang di depan tungku yang di atasnya sudah disediakan panci oleh tuan rumah yang begawe. Namun jika tidak, maka perempuan yang diminta oleh si pemuda tersebut tidak akan datang.
Tidak jarang, pada saat perantara menyampaikan niat si pemuda tersebut, terjadi proses negosiasi yang cukup panjang dan alot. Bahkan jika tidak mau, biasanya si perempuan kadang dipaksa untuk datang melayani keinginan si pemuda yang mau beteloq tersebut. Selain itu, proses negosiasi juga terjadi apabila dua orang pemuda menunjuk satu perempuan yang sama untuk beteloq. Di sinilah, si perempuan harus menentukan pilihan untuk melayani keinginan beteloq salah satu dari dua pemuda tersebut. Jika perempuan sudah menentukan pilihannya, maka si pemuda yang tidak dipilih harus legowo menerima keputusan si perempuan.



Ta’aruf ala tradisi beteloq
Bagi masyarakat desa Darek, tradisi beteloq memiliki arti penting sebagai salah satu filosofi hidup dalam membangun hubungan (komunikasi) antar warga (khususnya para pemuda-pemudi). Secara etimologi, beteloq mempunyai arti bertelur. Dikatakan bertelur karena setiap pemuda yang ingin beteloq harus menyediakan puluhan telur (meski tidak diatur jumlahnya) untuk diberikan kepada si perempuan yang bersedia melayaninya untuk beteloq. Namun jika dilihat dari praktiknya, tradisi beteloq mempunyai arti luhur yaitu bagaimana seharusnya cara seorang pemuda membangun hubungan dengan seorang perempuan seperti yang dituturkan oleh tokoh adat setempat Riatono Rizal (57). Menurutnya, pola membangun hubungan yang terbuka dan penuh rasa kekeluargaan serta kasih sayang merupakan salah satu inti dari tradisi yang diperkirakan sudah ada sejak berpuluh-puluh tahun silam ini.
“Terbuka karena praktik tradisi beteloq ini disaksikan oleh banyak orang serta mengandung nilai kasih sayang, karena pada saat pemuda dan perempuan duduk di depan tungku, si pemuda tersebut memberikan telur (telur ayam dan itik) yang dimasukkan ke dalam panci sebagai ucapan terimakasih karena si perempuan tersebut sudah mau nemin (menerima) tawaran beteloq si pemuda” terangnya.
Selain itu, tradisi beteloq ini bisa menjadi salah satu media untuk mengenal keperibadian satu sama lainnya. Yaitu diawali oleh adanya keinginan si pemuda untuk mengenal dan mengetahui lebih jauh si perempuan tersebut terlebih dahulu yang kesemuanya terungkap dalam praktik beteloq ini. Selanjutnya, jika terjadi kecocokan antar keduanya, tidak jarang banyak pemuda-pemudi yang beteloq tersebut berakhir ke jenjang yang lebih serius seperti pacaran sampai pernikahan.
Namun kini tradisi luhur itu tinggal namanya saja, terkikis oleh arus modernisasi yang maha dahsyat mewabahi masyarakat desa Darek. Sudah tidak ada lagi cerita pemuda yang beteloq di setiap momentum begawe merariq warga desa Darek. Tidak ada lagi silaturahmi antar pemuda yang dulunya berpotensi menjadi kekuatan sosial (social force) pada saat begawe merariq. Kini, ceritamu hilang, lenyap tertelan derasnya arus modernisasi. (dys)











Tidak ada komentar: