Salam dari Melbourne "Kak Yusin & kak Dwi All the best & happily ever after" |
Sudah lama tak menulis lagi, semenjak nyantri sebagai wartawan dua
setengah tahun lalu. Kalau biasanya menulis bisa sangat lepas, bebas dan
merdeka dalam artian apa yang mau ditulis bisa seenak hati namun
bertanggungjawab, kini sebagai wartawan aktifitas menulis itu hampir tak pernah
saya lakukan.
Malam ini saya coba merangkai kata demi kata yang sedapat mungkin
dirangkai, agak kaku sih karena menulis lepas dengan menulis berita jelas
berbeda. Sederhananya, menulis berita berarti menulis pikiran orang, sementara
menulis lepas bisa dalam bentuk opini dan lain sebagainya pada dasarnya kita
sedang menulis tentang pikiran kita sendiri. Gak susah bukan kalau menulis
pikiran kita sendiri, tapi kalau gak punya pikiran, lantas apa yang mau
ditulis?
Pose di depan patung pendiri Monash University |
Saya hanya ingin menulis apa yang saya rasakan hari-hari
belakangan ini. perasaan yang mungkin tak semua orang bisa merasakannya. Ini
soal pencapaian, mimpi dan harapan, serta kebanggaan. Iya, kebanggaan itu yang membuat saya setidaknya bisa
tersenyum sumringah dan angkat topi.
Adek Tuty adalah orangnya. Meski awalnya bukan siapa-siapa, tak ku
kenal, namun kini menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup yang baru kumulai
ini. Ia merupakan adik kandung dari seorang gadis baik, pemurah, rendah hati,
penyabar, yang kupersunting setahun yang lalu. Dari sini, setidaknya semua
berubah, dari yang awalnya hanya sebagai adik dari pacar semata, kini sudah
menjadi bagian
yang melekat dari keluarga kecil kami.
Awal ketemu di kos kekalik, Ia terkesan sangat acuh dan cuek, dan
sepertinya memang cuek hehehe. Tak
ada yang dipikirin selain belajar dan belajar. Tak hanya itu, Ia juga mempunyai
sisi tegas sebagai perempuan. Apakah karena sejak awal bercita-cita menjadi
Polwan, meski akhirnya nggak kesampaian atau karena faktor lain yang membentuk
ketegasan itu. Tapi apapun faktornya, menurut saya sisi tegas itu perlu
dimiliki oleh setiap perempuan, minimal sisi tegas itu dapat melindungi diri
seorang perempuan sebelum akhirnya dilindungi oleh pasangannya kelak.
Suatu hari kakaknya bercerita “Tumben adek Tuty nggak komen
apa-apa, biasanya kalau ada pacar saya selalu dikomen, minimal dimarah sebagai
tanda kalau dia nggak setuju”, tuturnya.
Akhirnya saya berkesimpulan, adek Tuty memberikan respon positif
terhadap keberadaan saya yang hampir tiap hari midang sekaligus numpang makan di kos. Dari situ, saya coba berani
membuka diri, memulai berkomunikasi walau hanya dengan sapaan basa-basi atau
sesekali mengirimkan pesan sms……
Yahhh, sebagai calon kakak ipar, syarat itu menurut saya wajib
dipenuhi karena dalam membangun hubungan, kita tidak hanya terikat oleh
pasangan kita saja, namun dengan semua variabel yang melekat dengan pasangan
kita.
Saya tidak perlu bercerita panjang soal perjuangan adek Tuty
semasa kuliah yang tiap hari manggul tas berisi buku dan laptop berjalan sejauh
kurang lebih 500 meter itu, bahkan tak terhitung lagi banyaknya jumlah tas yang
sudah rusak. Untung saja ada tas hasil-hasil seminar dan berbagai kegiatan yang
bisa saya sumbang mulai dari tas Musda KNPI NTB, tas kegiatan seminar empat
pilar MPR RI, dan tas kegiatan penyuluhan Dinas Pertanian, Kementan.
Salah satu gedung tinggi di Aussie, poto di lantai boluk pulu boluk (88) s |
Kini adek Tuty sudah di Australia, melanjutkan study magister di
Monash University setelah sebelumnya mendapatkan beasiswa LPDP. Cita-cita yang pernah diukir dalam goretan dinding kos
sewaktu kuliah dulu.
Barangkali perasaan bangga itulah yang kini menyelimuti saya dan
keluarga kami. Bangga atas pencapaian yang baru saja dimulai oleh adek kami,
tak pernah terpikir sebelumnya dan semua serba di luar biasa.
Perjuanganmu baru saja dimulai dek Ty, tetap semangat, beri yang
terbaik buat negerimu kelak, kami turut bangga
LA Resort, 28-02-2016
1 komentar:
terimakasih atas semua kebertiramaanmu padaku sayang
dari istrimu tercinta Dwi Ratnasari YS
Posting Komentar